Sabtu, 23 November 2024

Gerindra Tetap Tolak Revisi RUU KPK Sampai Paripurna

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Seminar Nasional Amal Bakti Sewindu Partai Gerindra di Ruang Pustakaloka gedung Nusantara IV DPR RI, Senin (15/2/2016). Foto : Faiz Fajaruddin suarasurabaya.net

Fraksi partai Gerindra, sampai saat ini masih tetap menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Fraksi Partai Gerindra Tetap dalam posisi menolak revisi UU KPK, karena jangan sampai KPK menjadi lemah akibat revisi ini.” ujar Ahmad Muzani ketua fraksi partai Gerindra dalam pidato sambutan Seminar Nasional Amal Bakti Sewindu Partai Gerindra di Ruang Pustakaloka gedung Nusantara IV DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/2/2016).

Sekadar diketahui, 7 Fraksi di DPR RI telah sepakat akan melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Fraksi Partai Gerindra sejak awal sudah menyatakan menolak, kemudian diikuti Fraksi Demokrat dan terakhir adalah PKS.

Rapat Paripurna pengesahan pembahasan revisi UU KPK yang dijadwalkan Kamis (11/2/2016) pun akhirnya ditunda hingga Kamis (18/2/2016). Meski begitu, Fadli Zon Wakil Ketua Umum Partai Gerindra menegaskan tetap menolak revisi UU yang merupakan inisiatif DPR tersebut.

“Gerindra dari awal tidak setuju kalau ada pelemahan. Kita menolak RUU KPK karena dinilai tidak pantas. Kalau pendapat kita nantinya diterima atau tidak dalam forum Rapat Paripurna ya kita tetap akan menolak,” ujar dia di sela-sela seminar.

Meski menyatakan penolakan, Fraksi Gerindra belum memikirkan untuk melakukan aksi meninggalkan ruang rapat alias walk out.

“Kita belum ada pikiran ke arah sana (walk out). Yang jelas itu merupakan sikap akhir kami,” tegas Fadli yang juga menjabat Wakil Ketua DPR RI bidang Korpolkam.

Sebelumnya, dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (10/2/2016) malam, Fraksi Gerindra menjadi satu-satunya fraksi yang menolak revisi UU KPK. Salah satu alasannya adalah kurang detailnya alasan dilakukannya revisi tersebut.

Sebelumnya, Desmond Junaidi Mahesa anggota fraksi partai Gerindra menjelaskan, harusnya pengusul bisa lebih detail soal alasan perubahan UU KPK, terutama dalam empat poin.

“Kenapa ada perubahan terhadap empat poin yang disepakati? Di sana akan ditemukan logisnya, mengapa ada revisi tersebut. Itulah kenapa sampau hari ini belum dipahami oleh Fraksi Gerindra,” ujar Desmond, Kamis (11/2/2016).

Wakil Ketua Komisi III itu kemudian memberi contoh, untuk poin kewenangan penyadapan, Gerindra menilai belum ada naskah akademik yang secara jelas menyebutkan, KPK melakukan penyalahgunaan dalam kewenangan penyadapan. Pada poin kewenangan penyadapan ini, KPK nantinya diharapkan bisa meminta izin terlebih dahulu dengan Dewan Pengawas.

“Kalau penyadapan, harus izin ini dan itu, luar biasanya KPK tidak ada lagi. Kemudian butuh pengawas, nah pengawasnya yang bagaimana, tidak ada, tidak ada penjelasan detail. Mekanisme ini yang harus terbuka,” kata dia.

Lalu, terkait pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Desmond menilai, harus ada kategorisasi yang jelas terkait hal ini.

“Penerbitan SP3 ini harus didukung penetapan dari bukti-bukti hukum yang ada. Jangan nantinya SP3 menjadi semacam alat ATM dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu seperti yang terjadi di lembaga penegak hukum lainnya,” ujar dia.(faz/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs