Fahri Hamzah Wakil ketua DPR RI fraksi Partai Keadilan Sejahtera akan melakukan gugatan hukum terkait pemecatannya dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Fahri, pemecatannya penuh rekayasa dan tidak sesuai dengan aturan-aturan partai serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai..
“Bahwa PKS telah begitu banyak melakukan perbuatan melawan hukum yang cukup serius. Pertama tidak mengindahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai yang merupakan pegangan kita bersama. Dan juga serangkaian tindakan-tindakan yang terencana dan direkayasa untuk menciptakan persidangan-persidangan yang illegal dan fiktif,” kata Fahri dalam jumpa pers di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2016).
Yang Fahri ketahui, sampai hari ini Mahkamah Partai (Majelis Tahkim) belum terdaftar dan disahkan Menteri Hukum dan HAM. Bahkan, kata dia, ada struktur yang ganjil dalam Mahkam Tahdim PKS tersebut.
“Dan yang lebih aneh lagi, disitu pengadu, penyelidik, penyidik, penuntut dan hakimnya itu adalah orang yang sama, termasuk yang menandatangani pemecatan.” kata dia.
Untuk itu, Fahri Akan melakukan gugatan hukum secara perdata, dan tidak kemungkinan bisa ke arah gugatan pidana.
Sebelum, Sohibul Iman Presiden PKS telah menandatangani surat pemecatan terhadap Fahri Hamzah tertanggal 1 April 2016. Pemecatan Fahri berdasarkan rekomendasi Badan Penegakkan Disiplin Organisasi (BPDO) yang intinya menganggap Fahri selalu bertentangan dengan fraksi dalam setiap pernyataannya. Selain itu, gaya bicara Fahri juga dianggap tidak sesuai dengan PKS yang merupakan partai dakwah.
Menanggapi keputusan tersebut Fahri mempertanyakan kesalahan mahabesar apa yang dia lakukan sehingga layak dipecat dari semua jenjang keanggotaan?
“Saya sudah mengikuti semua jenjang kekaderan di PKS dari bawah. Saya tidak pernah melakukan kesalahan. Saya tidak pernah berbuat tidak senonoh, tidak mencuri dan korupsi, tidak melanggar hukum dan etika.” kata Fahri.
Soal gaya bicaranya yang dipersoalkan, Fahri mengaku itu adalah gayanya. Dan seharusnya hal itu tidak dijadikan masalah. Karena tugas anggota DPR memang seperti itu, dan dilindungi Undang-Undang.
“Seharusnya, kalau saya punya kesalahan kan ada surat peringatan 1,2 atau 3. Saya juga tidak melanggar hukum, korupsi dan lainnya. Lalu bagaimana dengan anggota yang sudah divonis korupsi (Luthfi Hasan Ishaq), nonton video (porno/Arifinto) di sidang paripurna yang sampai sekarang masih di PKS. Bahkan orang yang nonton (video porno) itu masuk menjadi orang yang merekomendasikan pemecatan saya.” ujar Fahri.(faz/rst)