Sabtu, 23 November 2024

Demokrat Tolak Revisi UU KPK

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Susilo Bambang Yudhoyono Ketum Demokrat. Foto: Antara

Susilo Bambang Yudhoyono Ketua Umum DPP Partai Demokrat menegaskan, partainya menolak revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, karena ada bagian isinya yang bisa menimbulkan intervensi kekuasaan terhadap pemberantasan korupsi.

“Kami menolak dan tidak setuju revisi draf RUU KPK. Suara ini akan kami bawa ke paripurna DPR pada pekan depan,” katanya di Cibubur, Sabtu (20/2/2016).

Dia menjelaskan, dirinya dan kader Partai Demokrat sudah mendiskusikan beberapa poin dalam draf revisi UU KPK sehingga memutuskan menolak revisi.

SBY mencontohkan poin revisi terkait posisi dewan pengawas, wewenang KPK dalam penyadapan, penyitaan dan penghentian penyidikan yang melemahkan institusi tersebut.

“PD dan saya berpendapat draf RUU KPK yang disusun DPR justru bisa melemahkan KPK karena bisa menimbulkan dualisme, bisa menimbulkan konflik otoritas di tubuh KPK,” ujarnya.

Presiden Keenam RI itu juga mencermati beberapa poin dalam revisi UU KPK yang membuka ruang atas intervensi kekuasaan secara langsung maupun tidak langsung.

Namun, dia tidak menjelaskan lebih rinci poin apa saja yang dimaksud tetapi dirinya mengajak semua pihak membaca secara seksama isi revisi tersebut.

“Baca secara tenang, bayangkan prakteknya nanti bisa menimbulkan ruang intervensi langsung dan tidak langsung,” katanya.

Dia menegaskan tidak alergi terhadap revisi UU KPK namun dengan tujuan agar KPK semakin kuat dan efektif serta jangan ada penyimpangan yang dilakukan unsur internal institusi tersebut.

Menurut dia, draf revisi yang ada saat ini justru memperlemah posisi dan kewenangan KPK serta berpotensi menimbulkan masalah baru.

“Saya memohon kepada DPR dan pemerintah jangan tergesa-gesa untuk menetapkan revisi UU KPK ini, apalagi jika (melalui) pemungutan suara,” katanya.

Menurut dia, apabila keputusan pemungutan suara dilakukan maka prinsip pihak yang kuat akan menang dan mencederai rasa keadilan masyarakat.(ant/bid)

Berita Terkait

Demokrat Tolak Revisi UU KPK

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Jefri Riwu Kore anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Demokrat, dengan tegas menolak revisi Undang-Undang (UU) KPK no 30 tahun 2002 tentang pemberantasan korupsi.

Menurut Jefri perubahan atau revisi UU KPK sangat tidak tepat karena justru akan melemahkan KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi.

“Kami Fraksi Demokrat menolak tegas revisi tersebut agar KPK bisa bekerja secara maksimal dalam pemberantasan korupsi. KPK bisa bubar kalau revisi ini dijalankan” ujar Jefri di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Dia menilai jika Fraksi lain bersikukuh untuk melakukan Revisi UU KPK di Paripurna DPR RI, maka Fraksi Demokrat akan tetap menolak untuk kepentingan bangsa dan negara.

Revisi yang sudah disepakati sejauh ini oleh Fraksi di DPR selain Demokrat dan Gerindra meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.

Kemudian, larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap

Inilah poin-poin revisi UU KPK no 30 tahun 2002 tentang pemberantasan korupsi:

Pasal 32 ayat 1 huruf c ditambah ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pada Pasal 37 D mengenai tugas Dewan Pengawas ditambah dua poin, yakni memberikan izin penyadapan dan peyitaan, dan menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK.

Pasal 37 D dalam memilih dan mengangkat Dewan Pengawas, Presiden membentuk Panita Seleksi.

Dalam Pasal 37 E ditambahkan satu ayat yang rumusannya menyebutkan bahwa anggota Dewan Pengawas yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik.

Sementara, di Pasal 40 mengenai SP3 ditentukan bahwa pemberian itu harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dilaporkan pada Dewan Pengawas.

SP3 juga dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan pengentian perkara.

Kemudian yang mengatur soal Penyelidik dan penyidik independen, pasal 43 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyelidik sendiri sesuai dalam persyaratan dalam undang-undang ini. Selanjutnya, Pasal 45 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam undang-undang.

Terakhir, Pasal 47A dalam keadaan mendesak, penyitaan boleh dilakukan tanpa izin dari dewan pengawas terlebih dahulu.(faz/dop)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs