Saleh Partaonan Daulay wakil ketua komis IX DPR RI mengatakan, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Apotik rakyat perlu ditinjau dan dievaluasi. Apalagi, belakangan ini, banyak obat palsu yang ditemukan di beberapa apotek rakyat. Menurut laporan BPOM pada rapat kemarin (13/9), sudah ada 7 apotek rakyat yang ditutup.
“Apotek rakyat itu di satu pihak bisa memudahkan masyarakat untuk memperoleh obat, namun di sisi lain bisa juga dijadikan tempat mengedarkan obat-obat palsu oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Karena itu, permenkesnya perlu dievaluasi. Kalaupun apotek rakyat dibolehkan beroperasi, namun harus diteguhkan pola pengawasannya,” kata Saleh di gedung DPR RI, Rabu (14/9/2016).
Selain itu, kata dia, permenkes 284/2007 itu perlu dievaluasi agar sesuai dengan semangat Undang-Undang (UU) kesehatan No 36/2009. Karena, permenkes 284 tentang apotek rakyat masih merujuk pada UU kesehatan No 23/1992. Sejalan dengan revisi UU itu, permenkes yang menjadi turunannya pun perlu dievaluasi dan disesuaikan.
“Dalam konsiderannya, permenkes itu jelas merujuk pada UU No 23/1992. Sementara, UU kesehatan telah direvisi menjadi UU No 36/2009. Permenkesnya harus dibaca dan dievaluasi lagi. Semangatnya, harus sejalan dengan aturan baru tersebut,” ujar dia.
Selain permenkes tentang apotek rakyat, menurut Saleh, saat ini kemenkes juga sudah merevisi beberapa permenkes lain. Permenkes-permenkes yang sudah direvisi itu masing-masing permenkes No. 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dan Permenkes No.58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Artinya, permenkes yang baru saja dibuat jika dinilai tidak sejalan dengan pengawasan dan pelayanan kesehatan dapat direvisi. Tentu merevisi sebuah aturan hukum diharapkan tidak menyebabkan kekosongan hukum. Karena itu, arah perubahan aturan hukum adalah revisi dan penyempurnaan agar sesuai dengan perkembangan yang ada.(faz/dwi)