Ade Komarudin (Akom) Ketua DPR, tidak mau menjawab dengan tegas apakah dia menerima atau menolak keinginan DPP Partai Golkar yang akan menggantinya dari jabatan ketua DPR. Akom akan diganti oleh Setya Novanto (Setnov) Ketua Umum Partai Golkar.
Ade hanya menegaskan bahwa dia tetap berpegang pada aturan yang ada baik yang ada di internal Partai Golkar maupun aturan yang ada di DPR.
“Saya menghormati mekanisme hukum dan peraturan yang ada,dan kami di pimpinan bertekad untuk memproses surat dari DPP Partai Golkar dan kami tidak akan menyimpang dari semua peraturan yang berlaku,” ujar Ade Komarudin dalam jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/11/2016).
Akom juga sempat menyindir Setnov kalau selama ini dia tidak pernah tidak taat aturan. Hal ini tentunya berbeda dengan Setya Novanto yang selama ini dikenal karena banyak disebut dalam berbagai kasus korupsi-korupsi besar yang ada di Indonesia termasuk soal Papa Minta Saham.
“Selaku ketua DPR saya tidak pernah memutuskan sendiri. Saya tidak pernah jalan sendiri.saya selalu melalui mekanis rapat pimpinan, badan musyawarah maupun paripurna.Tidak ada satu keputusan pun yang saya tanda tangani diluar mekanisme,saudara boleh cek semua itu,” kata dia.
Akom sendiri mengaku agar semua dijalankan sesuai aturan sudah bertemu dengan tokoh-tokoh senior partai, tokoh-tokoh nasional dan bangsa, tokoh-tokoh agama maupun teman-teman aktivis untuk meminta saran terhadap isu pergantian ketua DPR. Menurut Akom jabatan adalah amanah Allah sesuai iman Islamnya yang akan dijaga sebaik-baiknya.
“Sebagai kader keutuhan negara dan partai saya tempatkan diatas kepentingan prbadi dan keluarga saya. Mudah-mudahan apa yang saya lakukan selama ini akan terus memberikan manfaat agar DPR bisa menjadi lembaga yang diinginkan rakyat,” kata dia.
Keputusan DPP yang mengembalikan posisi ketua DPR kepada Setya Novanto sendiri sebenarnya telah melanggar pasal 25 Anggaran Dasar yang menyebutkan bahwa Dewan Pembina (Wanbin) merupakan badan yang berfungsi memberikan pengarahan, petunjuk, pertimbangan, saran dan nasehat kepada DPP Partai Golkar dan bersama-sama DPP Partai Golkar menentukan kebijakan yang bersifat strategis.
Kebijakan strategis yang harus diambil DPP bersama dengan Wanbin secara rinci telah diatur dalam pasal 21 ayat 2 Anggaran Rumah Tangga, yakni pertama penetapan capres dan cawapres RI, dan kedua adalah penetapan pimpinan lembaga negara.(faz/dwi)