Tubagus Hasanudin Pimpinan FPDIP MPR RI menegaskan jika bangsa ini sudah lemah di hampir semua bidang. Sehingga mudah dipengaruhi berbagai macam aliran. Termasuk aliran agama yang radikal. Karena itu, wajar jika mayoritas kaum muda saat ini hanya 43 % yang mengenal Pancasila, dan 57 % tidak mengenal. Itulah yang menjadi tugas kita bersama sebagai bangsa. Disamping kesejahteraan, keadilan, dan kemiskinan yang harus diatasi bersama-sama.
“Bangsa ini sudah mulai kehilangan kesadaran bertolernasi, pluralisme, menghargai satu-sama lain sebagai sesama bangsa, kebhinnekaan, keragaman, dan kemajemukan. Karena itu mudah dipengaruhi oleh paham terorisme.
“Sultan yang menusuk polisi di Tangerang beberapa waktu lalu, karena berkeyakinan dengan jihad itu akan masuk surga,” kata Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI itu dalam Diskusi 4 Pilar MPR RI “Menangkal Radikalisme dalam Rangka Menjaga Keutuhan NKRI” bersama Marsudi Suhud Ketua PBNU di Gedung MPR RI Jakarta, Senin (24/10/2016).
Menurut Hasanuddin, lahirnya teroris dunia itu akibat ketidakadilan, kekecewaan terhadap sistem negara dunia, putus asa, dan lain-lain. Baik teroris muslim maupun non muslim.
“Jadi, mari jaga bersama NKRI ini, mengingat desintegrasi bangsa ini akan diawali dengan isu SARA,” kata dia.
Sementara, Marsudi Suhud menegaskan jika NKRI sudah menjadi konsensus bersama sebagai negara bangsa. Yaitu negara yang damai (darussalam), sehingga sepapaun warga negaranya (agama, suku, ras, dan golongannya) harus dilindungi di negeri ini. Untuk itu PBNU akan kosnsisten mengawal Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD NRI 1945.
“Komitmen NU itu sudah ditegaskan di Muktamar ke-2 NU di Banjarmasin, tahun 1936. Tapi, kalau ada yang tidak sepakat biasa. Di seluruh dunia dan dari dulu sampai sekarang itu terjadi. Bahwa mengawal NKRI ini wajib ain (menjadi tanggungjawab setiap anak bangsa ini) demi tegaknya negara yang beradab (mutamaddin). Hanya saja kalau dalam perjalanan bangsa ini ada salah, maka inilah yang harus diluruskan dan diperbaiki bersama. Bukan merusak NKRI,” kata Marsudi.
Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia (12,9%) dan telah diakui oleh dunia sebagai yang terbaik dari aspek keagamaan, politik, demokrasi, HAM, dan sebagainya. Itu berkat NU dan Muhammadiyah. Tapi, kalau ada perbedaan hanya masalah yang sepele (furu iyah).
“Keras dalam berbeda pendapat itu biasa. Yang tidak boleh hanya kekerasan fisik dan anarkis. Untuk itu, mau demo setiap hari selama damai-damai saja tidak masalah, silakan,” ujar dia.
Oleh sebab itu, sosialiasi 4 Pilar MPR RI harus terus dilakukan agar anak-anak muda memahami dan mengamalkan Pancasila.
“Saya sudah mendatangi pesantren-pesantren yang dicurigai sebagai sarang teroris, termasuk Pesantren Ngruki, Solo, Jawa Tengah, pimpinan Abu Bakar Baasyir. Mereka ini harus didatangi, dan jangan dibiarkan. Kalau dibiarkan, maka akan tumbuh dengan eksklusifitasnya dan tidak mengenal Pancasila,” kata Marsudi.
“Bayangkan sebanyak 75.624 pesantren, 800.000,- masjid dan musholla dan 23.000 lembaga pendidikan NU di seluruh Indoensia, semua terdeteksi dan tidak terlibat terorisme satu pun,” kata dia.
Jadi, menurut Marsudi, kalau pesantren NU dan Muhammadiyah pasti tidak akan terlibat terorisme, karena keduanya sebagai pendiri bangsa ini.
“Yang aneh-aneh kan pendatang baru, yang tidak memahami berdirinya negara ini. Maka sebaiknya semua pendidikan (Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu, dan Konghucu) memahami Pancasila dari aspek agama, dan memang tidak bertentangan dengan ajaran agama,” ujar Marsudi.(faz/ipg)