Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI akan mengundang pakar hukum untuk memastikan legal standing tata beracara persidangan atas laporan Sudirman Said Menteri ESDM soal dugaan Setya Novanto ketua DPR RI mencatut nama Joko Widodo Presiden dan Jusuf Kalla Wapres, Selasa (24/11/2015).
Pencatutan nama presiden dan wakil presiden itu untuk keperluan meminta saham dan proyek dari PT Freeport Indonesia (PTFI)
Lucius Karus peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai langkah MKD itu patut dipertanyakan dan justru mundur.
Menurut Lucius, publik sudah jauh berharap dan ingin MKD menindaklanjuti secepatnya laporan menteri ESDM. Kalau sampai mengundang pakar hukum kembali untuk meminta pendapat legal standingnya, justru bisa menimbulkan kesan kalau MKD akan membela Setya Novanto.
“Jadi, apa yang dimaksudkan legal standing sebagaimana yang ada di dalam kode etik atau tata beracara di MKD, dan ketika MKD dengan mudah meminta bantuan pihak luar untuk menafsirkan legal standing di dalam kode etik, itu tidak ada penjelasan lain kecuali bahwa MKD sedang mencari cara atau celah untuk memuluskan keinginan mereka membela kepentingan pak Setya Novanto melalui sidang-sidang yang akan dilakukan,” ujar Lucius di Jakarta, Selasa (24/11/2015)
Dia mengatakan, sikap MKD ini akan dibaca publik sebagai langkah mengulur-ulur waktu dengan harapan kasus ini bisa diatur sesuai keinginan Setya Novanto.
Sekadar diketahui, sebagian besar pimpinan dan anggota MKD mempermasalahkan legal standing Sudirman Said Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai pelapor. Mereka berpendapat, berdasarkan Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang Tata Beracara MKD, tak ada aturan mengenai pejabat eksekutif yang bisa melaporkan anggota DPR.(faz/dwi/rst)