Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya, Jawa Timur, optimistis Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Surabaya yang digelar Desember 2015 tidak memunculkan calon boneka sebagaimana dibicarakan sejumlah partai politik akhir-akhir ini.
“Kader-kader partai politik sebenarnya memiliki kesempatan yang cukup besar untuk berkiprah di Pilkada Surabaya,” kata Komisioner KPU Surabaya Purnomo kepada Antara News di Surabaya, Minggu (21/6/215).
Menurut dia, jika dulu pasangan calon menanggung semua jenis kampanye, maka sekarang paling tidak beberapa jenis kampanye menjadi tanggung jawab KPU.
Setidaknya, lanjut dia, KPU Surabaya membantu fasilitas kampanye para calon di antaranya lima baliho, 308 spanduk, hingga 600 umbul-umbul untuk dipasang di seluruh penjuru Kota Surabaya.
Dari sisi bahan kampanye sendiri, ia mengemukakan, paling tidak KPU akan menyiapkan 870.000 eksemplar flyer dan poster bagi satu pasangan calon untuk pemilihan Walikota Surabaya periode 2015-2020.
“Belum lagi untuk iklan kampanye. Jenis kampanye yang paling mahal ini akan ditanggung oleh KPU, baik untuk media cetak, radio, sampai dengan televisi,” katanya.
Sebenarnya, ia menilai, sayang sekali jika kesempatan ini dilewati oleh para kader partai politik. Dengan majunya kader kader terbaik mereka, maka ia berpendapat, sebenarnya merupakan kesempatan untuk mengenalkan visi, misi dan program-program para pasangan calon, tetapi juga partai politik yang mengusungnya.
“Terkait dengan calon boneka, saya yakin dengan realitas di atas maka sulit bagi partai politik, terutama yang memiliki kursi di DPRD untuk tidak memaksimalkan kesempatan ini,” katanya.
Adi Sutarwijono Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPC PDIP Surabaya sebelumnya menilai KPU dan perangkat peraturan yang berlaku tidak siap dengan calon tunggal dalam pilkada.
Ia mengatakan jika dipaksakan muncul pasangan calon lain, selain bakal calon Tri Rismaharini-Whisnu, maka yang dipenuhi hanya standar prosedural Pilkada Surabaya.
“Bisa jadi calon pasangan lain itu jadi-jadian atau semacam boneka karena substansi kompetisi untuk melahirkan pemimpin yang unggul, dan disetujui mayoritas rakyat, sama sekali tidak terjadi,” katanya.
Menurut dia, kalau benar nanti Pilkada Surabaya hanya diisi pasangan calon tunggal, yakni Risma-Whisnu, maka KPU harus bertanggung jawab untuk mencari jalan keluar yang konstitusional atas kebuntuan prosedural itu.
“Juga, Pemerintah Pusat dan DPR sebagai pihak yang menyusun Undang-Undang Pilkada harus pula bertanggung jawab,” katanya.
Dedy Prasetyo Wakil Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Surabaya menilai aturan KPU yang memperpanjang pendaftaran calon kepala daerah sampai terpenuhi dua pasang berpotensi menciptakan calon kepala daerah boneka.
Menurut dia, calon yang muncul setelah perpanjangan pendaftaran di KPU adalah calon dagelan yang dimunculkan supaya tidak terjadi calon tunggal dan yang tertuduh pasti penyelenggara atau calon tunggal tersebut. (ant/dwi)