Rencana pemerintah menyuntik BUMN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) ke puluhan BUMN hingga Rp 72,97 triliun sebagaimana usulan dalam RAPBN Perubahan 2015 terus menggulirkan kritik. Usulan itu dinilai lebih mencerminkan ambisi Rini Soemarno Menteri BUMN ketimbang kebijakan Joko Widodo Presiden yang mendorong program-program pro-rakyat.
Menurut Uchok Sky Khadafi Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), wajar-wajar saja bila usulan PMN yang dananya fantastis itu mendapat penolakan luas, termasuk dari Komisi XI DPR yang membidangi keuangan. Uchok menilai selama ini Rini juga tidak membuka rencana bisnis BUMN yang akan mendapat suntikan dana melalui PMN.
“Bagi saya, Komisi XI DPR sudah bersikap rasional dengan menolaknya karena business plan dari BUMN yang akan dikucuri dana itu juga tak jelas. Kenapa Rini ingin duit digelontorkan padahal bussiness plan tak jelas? Itu masalahnya,” kata Uchok di Jakarta, Selasa (3/2/2015).
Aktivis antikorupsi yang sebelumnya dikenal sebagai Direktur Advokasi dan Investigasi FITRA itu menambahkan, harusnya usulan dana untuk PMN itu disampaikan per proyek. Sebab, jangan sampai dana yang digelontorkan justru jadi bancakan.
“Kalau Rini mau dituduh bakal bancakan dengan uang itu, ya silakan saja dilanjutkan. Tapi pengajuannya harus per proyek, bukan diberikan gelondongan. Masalahnya, apakah Rini mau?” ucapnya.
Karenanya, Uchok mendorong menteri keuangan dan Komisi XI DPR bisa bersikap teliti meski persoalan BUMN juga menyangkut Komisi VI DPR. Alasannya, Rini tidak bisa melangkahi kewenangan menkeu.
“Menteri Rini tak boleh melakukan itu. Sesuai aturan, kementerian seperti BUMN itu hanya boleh mengusulkan ajuan anggaran saja. Nanti setelah itu, bisa dilanjutkan harus atas persetujuan kemenkeu dan komisi XI DPR,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mukhamad Misbakhun Anggota Komisi XI DPR mengungkapkan, usulan setoran PMN naik fantastis hingga 1.328,7 persen dari Rp 5,107 triliun pada APBN 2015, menjadi Rp 72,97 triliun dalam RAPBN-P 2015.
Menurutnya, Rini Soemarno Menteri BUMN tidak bisa seenaknya mengusulkan besaran PMN untuk perusahaan pelat merah itu. Misbakhun menegaskan bahwa urusan PMN menjadi urusan menteri keuangan dan DPR.
Hal itu sesuai pasal-pasal dalam sejumlah pasal pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Domain kewenangan UU Keuangan Negara adalah menteri keuangan yang merupakan mitra kerja Komisi XI DPR. Sehingga penetapan besaran PMN untuk BUMN adalah kewenangan penuh menteri keuangan dan Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan,” jelas Misbakhun.(faz/ipg)