Usia pemerintahan sudah masuk bulan ke tujuh, jika diibaratkan orang mau melahirkan harusnya sudah matang. Akan tetapi pemerintahan masih banyak kejanggalan, yang paling kentara partai-partai pendukung pemerintahan bertindak seperti oposisi sedangkan parpol yang menjadi oposisi malah menjadi pendukung.
“Banyak hal yang tidak sesuai, bahkan terkesan lucu. Perbedaan presiden dan wakil presiden dipermukaan sangat nampak kentara. Misalnya soal reshuffle kabinet, keduanya terlibat dalam perbedaan yang mencolok, soal Novel Baswedan juga. Bangsa ini akan dibawa kemana jika tidak adanya kesamaan visi antara pemimpin,” ujar Bambang Soesatyo anggota komisi III DPR RI saat peluncuran bukunya yang berjudul Republik Komedi 1/2 Presiden, Minggu (10/05/2015).
Dia mengungkapkan, kelucuan-kelucuan dalam mengelola negara semakin terlihat dari munculnya Keppres bodong yang entah siapa yang salah, di Sekneg, Seskab atau bahkan pucuk pimpinannya.” Republik-republikan ini harus segera diakhiri. Mumpung perjalanan pemerintahan masih panjang kedepan,” paparnya.
Bamsoet panggilan akrab politisi Golkar ini juga menilai dengan banyaknya keluhan yang makin menyeruak ke permukaan, utamanya dari dunia usaha. Sumber ketidakpastian tersebut menurutnya berasal dari kabinet kerja yang kerjanya hanya bikin heboh saja, perilakunya tidak bisa jadi panutan.
“Ini bukan kabinet kerja, tetapi kabinet heboh. Sejak awal pemerintahan muncul kehebohan dari perilaku menteri wanita yang merokok di depan umum. Dalam konteks moral di negeri ini wanita merokok di depan umum masih sangat tabu. Lalu ada menteri yang bikin heboh dengan melompat pagar, Menteri yang mengeluarkan keputusan tentang PPP dan Golkar seenaknya saja. Ada menteri yang melarang rapat di hotel. Menteri melarang menjual bir. Tujuan dari kebijakanya sebetulnya baik, tetapi yang diburu pencitraan saja, sehingga terkesan tidak substansial,” lanjutnya.
Parahnya lagi, katanya, cara mengelola negeri ini seperti manajemen rampasan perang. Jabatan dibagi-bagi sak karepe dewe dibagikan untuk timses-timsesnya saja. Ratusan jabatan di kementerian dan BUMN dibagikan pada orang-orang yang menjadi pendukungnya saja.
“Kalau the right man of the right place tidak apa-apa. Tetapi masalahnya diberikan pada mereka yang tidak memiliki kompetensi,” tandasnya.
Namun begitu, meski persoalan makin multikompleks tetapi kondisi ini bukan kiamat. Menurutnya melalui buku ini, ia mengingatkan bagi semua orang yang memiliki kekuasaan termasuk Presiden untuk menjaga kekuasaan dengan baik. Presiden utamanya perlu menunjukkan kewibawaannya bahwa ia adalah Presiden bukan petugas partai. (faz/dop/dwi)