Rieke Diah Pitaloka Politisi PDI Perjuangan membuat surat terbuka ke publik yang isinya minta masyarakat mempertahankan Pilkada langsung. Inilah surat Rieke:
Salam Hormat,
Saya, Rieke Diah Pitaloka, wakil rakyat di DPR RI, saya pernah menjadi calon gubernur dalam pilkada langsung tahun 2013 di Jawa Barat. Dengan 5 pasang calon saya berada pada perolehan suara urutan kedua, dengan selisih 2.9 persen. Bedasarkan peristiwa-peristiwan yang terjadi pada saat pilgub tersebut dari kampanye sampai pencoblosan, banyak terdapat hal-hal semestinya tidak terjadi dalam sebuah proses demokrasi seperti indikasi politik uang, keterlibatan aparat pemerintahan, ketidakindependenan penyelenggaran pemilu.
Atas dasar hal tersebut maka, saya atas pertimbangan dari partai yang mengusung saya, PDIP perjuangan, saya melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. MK memutuskan tidak mengabulkan semua permohonan dari gugatan, persidangan yang dipimpin oleh Akil mochtar ketua MK, membuat keputusan yang sebetulnya juga tidak memiliki kepastian hukum karena tidak secara tegas menyatakan benar atau tidak dari semua materi gugatan.
Akil mengatakan, “… Kalaupun benar, tidak cukup bukti..”.
Terhadap keputsan MK, saat itu saya mengatakan, ” Saya menghormati keptusan MK, namun saya menyadari yang legal itu belum tentu benar,”.
Lalu apakah perjalanan dengan seperti itu saya menganggap bahwa pilkada langsung diakhiri? Sebagai orang yang pernah ada, terlibat langsung dalam pilkada langsung dengan ini saya menegaskan, sepahit apapun hasil dari pilkada langsung, bukan berarti pilkada langsung harus dihilangkan. Saya menolak mekanisme pilkada dikembalikan pada segelintir orang di DPRD.
Pemilu legislatiff yang kita lewati, yang menghasilkan wakil rakyat, sudah menjadi rahasia umum, juga sarat oleh politik uang.
Ada indikasi, jika mau terpilih, apa harus berani keluar uang banyak untuk membeli suara, lalu dengan situasi seperti ini apa jaminanya pemilihan kepala daerah yang diserahkan kepada DPRD tidak akan menghasilkan politik transaksional, ketika mereka yang diberi wewenang adalah hasil dari politik transaksional.
Bagi saya, pemilihan langsung adalah sebuah proses demokrasi yang memberi ruang, bukan untuk bertransaksi tapi untuk membuka ruangnkomunikasi politik langsung dengan rakyat bukan hanya partispasi rakyat tetapi juga menguji kemampuan politisi yang menjadi calon untuk meyakinkan visi misinya kepada rakyat yang akan memilihnya.
Pemilihan langsung mensyaratkan pertemuan langsung antara calon dengan rakyat. Argumentasi dan perdebatan bisa dibangun sebagai sebuah tahap awal menguji kemampuan menyampaikan gagasan dan ide politik dari ide si-calon.
Lagi pula, keterpilihan bukan sebuah waktu singkat, keterpilihan dalam politik butuh waktu yang panjang, lewat proses membangun kepercayaan rakyat selama bertahun-tahun. Kalaupun ada pencitraan, pencitraan itu haruslah berbasis kinerja.
Menjadi seorang pemimpin yang dipilih rakyat tak cukup modal ekonomi, untuk terpilih dengan tidak melakukan poltik uang, seseorang harus mempunyai modal sosial dan modal budaya. Keduanya, butuh proses panjang bukan perkara keputusan satu dua orang anggota DPRD.calonnya sendiri yang harus membuktikan dan melakukan kinerja poliitk yang sesungguhnya, mengabdikan dirinya untuk memperjuangkan hak-hak rakyat.
Kalaupun ada persoalan dalam pilkada langsung, bukan pilkada langsung yang dibunuh tapi persoalan itu yang harus dicari penyelesaiannya.
Empat hal yang harus dikoreksi, diperjuangkan terus menerus perbaikannya, seperti yang selalu disampaikan Ibu Megawati:
1. Netralitas dan profesionalisme penyelenggara, terutama KPU dan bawaslu, serta institusi yang menangani sengketa pemilu
2. Netralitas dan profesionalisme, sertan independensi dari aparat hukum, TNI/Polri untuk menjalankan fungsi pengamanan tanpa memihak calon manapun.
3. Netralitas dan profesionalisme dalam pengelolaan IT termasuk pendataan pemilih yang tidak manifulatif, harus akurat untuk menjamin memenuhi hak politik rakyat seperti yang diperintahkan konstitusi.
4. Melakukan penyadaran kepada seluruh elemen masyarakat untuk melawan dan tidak terlibat politik uang pada saat pemilu.
Atas kesadaran itu, saya sekali menolak Pilkada langsung dihapuskan.Menolak pemimpin-pemimpin daerah hanya ditentukan segelintir orang yang belum tentu posisinya sebagai wakil rakyat bukan hasil dari politik uang.
Saya yakin dan saya telah membuktikan kerja politik yang terus menerus mengadvokasi persoalan rakyat, telah membuat saya sebagai calon gubernur yang diusung tanpa koalisi partai hanya PDI Perjuangan berada diperingkat 2 dengan selisih suara 2.9 persen saja.
Tanpa melakukan politik uang, dalam waktu kampanye, efektif 2 bulan namun kerja politik selama bertahun-tahun saya dipilih 5.7 juta masyarakat jawa Barat.
Demokrasi yang sejati tidak turun dari langit atau muncul begitu saja ibarat pertunjukan sulap yang digelar segelintir orang. Demokrasi politik adalah perjuangan terus menerus melibatkan rakyat dalam setiap keputusan politik. Memberikan daulat kepada rakyat orang per orang untuk memutuskan siapa yang akan dia pilih sebagai pemimpinnya. Keputusan memilih bukan karena dibayar, tapi karena yakin visi misi politik pemimpin yang dipilihnya bisa dijalankan dan mampu membawa kesejahteraan berkeadilan sosial bagi rakyat.
Satukan langkah perjuangan, hak politik rakyat tak boleh dikebiri!
Desak seluruh wakil rakyat di DPR RI untuk menjadi wakil rakyat yg sesungguhnya, mewakili rakyat perjuangkan hak politik yang dijamin konstitusi! (faz)