
Draft RUU KUHAP dan KUHP dibuat oleh Pemerintah bukan DPR. Hal ini ditegaskan Aboe Bakar Al Habsyi Anggota Komisi III DPR RI.
Aboe Bakar Al Habsyi mengatakan, persoalan pembahasan RUU KUHP dan KUHAP haruslah didudukkan sebagaimana mestinya.
Pertama, tidak tepat bila ada tuduhan bahwa DPR ingin melemahkan KPK melalui dua RUU ini, karena keduanya adalah konsep yang diajukan oleh pemerintah. Sehingga, tidak fair bila DPR disalahkan lantaran draft yang dibuat oleh pemerintah.
Kedua, secara historis perlu dilihat bahwa RUU KUHP dan KUHAP sudah dibahas selama 35 tahun, jauh sejak KPK sendiri lahir, jadi tidak logis bila dikatakan bahwa lahirnya RUU ini untuk melemahkan KPK.
Ketiga, semangat RUU KUHP dan KUHAP adalah dekolonialisasi yaitu menghilangkan unsur kolonialisme dalam dua peraturan tersebut yang memang peninggalan Belanda.
“Tentunya, kita ingin punya aturan hukum yang bersumber dari kaidah norma Nusantara, bukan yang berasa Belanda.” ujar Aboe, Jumat (22/2/2014).
Keempat, dalam RUU yang baru hendak dilakukan modifikasi, yaitu menjadikan seluruh aturan hukum pidana dalam satu buku. Ini adalah bagian dari harmonisasi aturan hukum.
Menurut Aboe, selama ini banyak aturan pidana yang tersebar dalam beberapa undang-undang, yang akhirnya menimbulkan disharmonisasi dan ketidakadilan.
Aboe menilai tidak tepat bila dikatakan dengan memasukkan kaidah korupsi dalam buku 2 akan menghilangkan sifat kekhususan atau extra ordinary dari persoalan korupsi. Karena KUHP diatur menggunakan UU dan pemberantaran Tipikor juga menggunakan UU, maka disini berlakulah azas lex specialist derogat le generalis.
Karena bila diatur dalam wadah peraturan perundang-undangan yang tidak sepadan tingkatannya, maka azas tersebut tidak dapat diterapkan.
Yang perlu dipahami juga, bahwa sebenarnya yang merasa keberatan dengan isi RUU yang di buat oleh pemerintah ini bukan hanya KPK. Kepolisian pun menyatakan keberatan dengan beberapa pasal yang diatur di dalamnya, misalnya mengenai hakim komisaris dan berkaitan dengan klausul pemeriksaan pendahuluan.
Namun sampai saat ini Polri tidak pernah menuduh bahwa RUU ini ditujukan untuk melemahkan mereka. Polripun tidak pernah minta pembatalan pembahasan RUU ini ke Pimpinan DPR dan Presiden, mereka lebih memilih menghormati draft tersebut dan mengajak berdiskusi tentang isi RUU tersebut.
Oleh karena itu, menurut Aboe sebaiknya duduk bersama mendiskusikan hal ini. Bila memang KPK memerlukan kurang mengerti detail dari RUU tersebut, bisa minta penjelasan ke Kemenkumham ataupun tim penyusun.
Tentunya para senior seperti prof Andi Hamzah yang sudah 35 tahun mempelajari ini, lebih mendalam pemahamannya dari pada yang baru sehari dua hari baca ratusan pasal tersebut.(faz/dwi)