Rabu, 12 Maret 2025

Piala Dunia 2026 Kompetisi Sepak Bola di Tengah Gejolak Perang Dagang

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Donald Trump Presiden Amerika Serikat. Foto: Antara

Delapan tahun silam, tepatnya 10 April 2017, tiga negara anggota Concacaf, yakni Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, mengajukan lamaran menjadi tuan rumah Piala Dunia 2026.

FIFA sebelumnya telah memutuskan bahwa Piala Dunia 2026 akan diadakan di negara-negara anggota Concacaf (Amerika Tengah, Karibia, dan Amerika Utara), atau Conmebol (Amerika Selatan), atau CAF (Afrika), atau OFC (Oseania), karena Eropa dan Asia sudah mendapatkan jatah edisi 2018 dan 2022.

Setahun kemudian, sehari sebelum kickoff  Piala Dunia Rusia 2018, pada 13 Juni 2018, ketiga negara Amerika Utara itu dinyatakan menang, dengan 134 suara, melawan 65 suara yang dihimpun Maroko yang mewakili Afrika.

Waktu itu hubungan AS dengan Kanada dan Meksiko sudah meriang karena sama seperti sekarang, AS tengah dipimpin oleh Donald Trump.

Trump sudah menunjukkan gelagat lain dibandingkan dengan para pendahulunya, kepada dua tetangga terdekatnya itu.

Dia mengeluarkan AS dari Pakta Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) yang berdiri sejak 1994, dan menggantikannya dengan Kesepakatan AS-Meksiko-Kanada (USMCA).

Saat itu hubungan panas antara ketiga negara tak seheboh sekarang. Namun, kini Trump mengambil kebijakan yang jauh lebih drastis dibandingkan dengan era pertama pemerintahannya, terhadap sekutu-sekutunya sekalipun, termasuk Kanada dan Meksiko.

Awal Maret ini, dia mengawali apa yang dikenal awam sebagai “perang dagang”, dengan mengenakan tarif impor 25 persen kepada Kanada dan Meksiko, selain juga kepada China.

Tentu saja Kanada dan Meksiko marah besar. Mereka merasa ditikam dari belakang oleh sekutunya sendiri.

Walau Trump menangguhkan sebagian pengenaan tarif impor ke Kanada dan Meksiko itu, langkahnya itu sudah terlanjur menyulut emosi Kanada dan Meksiko.

Apalagi itu dibarengi dengan sikap Trump yang mengolok-olok mereka. Trump menganggap Kanada negara bagian AS yang ke-51 sampai-sampai menyebut Justin Trudeau PM Kanada dengan “gubernur” Kanada.

Dia juga menamai lagi Teluk Meksiko dengan Teluk Amerika, yang membuat Meksiko tersinggung.

Langkah-langkah Trump itu justru memicu sentimen nasionalisme di Kanada dan Meksiko dan ini bisa makin memanaskan hubungan antara dua negara itu dengan Amerika.

Antrian Visa

Bukannya khawatir, Trump dengan enteng malah menjawab bahwa “suasana perang dagang” akan membuat Piala Dunia 2026 menjadi “semakin menarik” untuk disaksikan.

“Oh malah membuat (Piala Dunia 2026) semakin menarik lagi,” jawab Trump, enteng, ketika ditanya wartawan mengenai dampak perang dagang terhadap Piala Dunia 2026, beberapa saat setelah dia bertemu dengan Gianni Infantino Presiden FIFA pada 7 Maret.

Trump yang juga pelaku showbiz yang paham bagaimana membuat tontonan menjadi semakin menarik karena imbuhan kontroversi, beranggapan situasi gaduh akibat perang dagang justru menambah adrenalin kompetisi sehingga menjadi kian enak untuk ditonton. Sesederhana inikah?

Perang dagang memang tak akan mempengaruhi langsung Piala Dunia 2026. Jadwal pun ditentukan sehingga apa pun yang terjadi Piala Dunia 2026 akan jalan terus, kendati ketiga negara penyelenggara terlibat perang dagang yang amat sengit.

Namun, bagaimana suasana panas akibat perang dagang saat ini terus terjadi sampai penyelenggaraan Piala Dunia 2026 pada Juni tahun depan? Dan bagaimana jika keadaan permusuhan akibat perang dagang antara ketiga penyelenggara ajang FIFA malah meluber ke mana-mana?.

Banyak yang khawatir keadaan itu lama-lama mempengaruhi langsung Piala Dunia 2026, salah satunya penonton ajang ini.

Sebagaimana umumnya Piala Dunia yang lain, Piala Dunia 2026 juga bakal menyedot jutaan manusia dari seluruh dunia. Los Angeles Times memperkirakan enam juta orang akan masuk ke AS untuk menyaksikan langsung Piala Dunai 2026.

Manusia sebanyak itu bisa menciptakan masalah serius bagi semua pihak, khususnya menciptakan antrian visa masuk AS dari seluruh dunia.

“Ini akan menjadi masalah yang amat pelik. Tak ada yang memberi perhatian kepada soal ini,” kata David J Bier, direktur studi emigrasi pada lembaga think tank, Cato Institute, dikutip Antara.

Saat memenangi bidding Piala Dunia 2026, Trump sudah memberikan jaminan kepada FIFA bahwa AS tak akan mengeluarkan kebijakan larangan berkunjung (travel ban) atau pembatasan-pembatasan lain, sehingga semua atlet, ofisial, dan penggemar sepak bola dari seluruh dunia bisa masuk ke AS tanpa diskriminasi.

Mungkin saat itu Trump menyangka akan menjadi presiden untuk dua periode berturut-turut sehingga tak akan menjadi presiden ketika Piala Dunia 2026 dilangsungkan. Mungkin FIFA juga tadinya menyangka begitu.

Nyatanya dia kalah pada 2020, tapi kemudian menang lagi pada 2024 sehingga Piala Dunia 2026 tetap berlangsung pada masa pemerintahannya.

Persoalan Keamanan

Kini, janji Trump pada 2018 itu bisa menimbulkan masalah, karena pemerintahannya sekarang melakukan efisiensi besar-besaran terhadap pegawai negeri sipilnya, atas prakarsa Elon Musik, yang merupakan donatur terbesar Trump yang kini mengepalai Departemen Efisiensi Pemerintahan.

Pemangkasan pegawai negeri sipil ini bisa membuat AS kekurangan orang yang mengurusi visa sehingga proses aplikasi visa dari negara lain menjadi jauh lebih lama, dan ini bisa membuat banyak penggemar sepak bola tak bisa masuk ke AS.

Itu akan diperparah oleh koordinasi antara pemerintahan ketiga negara penyelenggara Piala Dunia 2026, termasuk soal keamanan yang sangat diutamakan oleh AS. Perang dagang yang semakin sengit bisa membuat koordinasi antara AS dengan Kanada dan Meksiko menjadi rumit dan bermasalah, termasuk dalam kerjasama keamanan dan diplomatik.

Itu cuma salah satu aspek, karena ada potensi-potensi gaduh lain dari proses Piala Dunia 2026 itu sendiri.

Salah satunya adalah skenario Israel lolos ke Piala Dunia 2026, sebagai salah satu dari 16 tim Eropa yang berhak lolos ke putaran final 2026. Eropa atau UEFA baru memulai kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 21 Maret 2025, dan berakhir pada 31 Maret 2026.

Skenario ini bisa membuat Piala Dunia 2026 semakin gaduh, terutama dalam kaitan dengan aksi Israel di Palestina, khususnya Jalur Gaza, yang menimbulkan kemarahan global, tidak cuma negara-negara Muslim.

Akan ada aksi-aksi besar di dalam dan luar stadion Piala Dunia 2026, termasuk dalam laga-laga di Meksiko atau Kanada, baik dari penggemar maupun para aktivis termasuk dari AS sendiri, untuk menunjukkan solidaritas kepada Palestina. Keadaan ini bisa menciptakan dilema keamanan, terutama bagi AS, termasuk dalam final di Metlife Stadium, New Jersey, yang hanya beberapa menit dari New York, yang setahun lalu menjadi pusat gerakan solidaritas Palestina di AS.

Belum lagi faktor suasana panas di dalam negeri Amerika Serikat sendiri, karena bertepatan dengan periode kampanye pemilu legislatif di AS, yang akan digelar pada November 2026. Bulan-bulan sebelum bulan November itu sangat mungkin menjadi bulan-bulan terpanas dalam iklim politik AS.

Satu lagi kekhawatiran adalah kemungkinan panas ekstrem selama Piala Dunia 2026. Cuaca panas pula yang memaksa Piala Dunia 2022 dimundurkan ke akhir tahun, dari biasanya pertengahan tahun, antara Juni-Juli, karena cuaca Qatar terlalu panas untuk menyelenggarakan event.

Jika terlalu panas, pertandingan Piala Dunia 2026 bisa digelar pada malam hari, dan ini bisa kembali menyinggung aspek keamanan.

Dengan semua skenario itu, Piala Dunia 2026 bisa menjadi yang paling heboh dan paling gaduh. Ini menjadi tantangan pelik bagi ketiga negara penyelenggara, khususnya AS. (ant/dra/lta/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Rabu, 12 Maret 2025
27o
Kurs