Selama Ibu Merestui, Tidak Ada yang Mustahil di Dunia
Ketika Fredo Dimas Saputro masih duduk di bangku SD, Mimin Nuryati sudah melihat bakat anaknya dalam mengolah si kulit bundar.
Mimin paham betul jika Fredo mencintai sepak bola. Ia mendukung keinginan Fredo masuk Sekolah Sepak Bola (SSB) untuk mengembangkan potensi. Setiap hari, ia juga mengingatkan Fredo untuk berlatih dan menjaga kondisi tubuh.
Mimin bahagia ketika melihat Fredo mampu bermain dengan bagus. Ia yakin, keinginan anak laki-lakinya untuk menjadi pemain sepak bola profesional akan terwujud di kemudian hari.
Kira-kira ketika anak keduanya tersebut mulai mengenyam pendidikan di bangku SMP, Fredo mengalami cedera ankle. Ia harus berjuang sembuh terlebih dahulu, baru bisa turun lapangan lagi. Bahkan, Fredo juga sempat mengalami kecelakaan, sehingga terpaksa harus menjalani perawatan lebih.
Kasih sayang Mimin terhadap Fredo memberi energi. Ia selalu memberi semangat pada Fredo ketika jatuh. Dan seiring berjalannya waktu, Fredo kembali menjalani aktivitas sepak bolanya secara konsisten, hingga tahun-tahun selanjutnya.
“Saya bangga sekali, karena habis kecelakaan itu anaknya juga bisa bisa bangkit kembali. Itu yang jadi ibu bangga,” kata ibu berusia 49 tahun tersebut kepada suarasurabaya.net.
Mimin mengaku, dirinya cerewet terhadap Fredo. Ia selalu menekankan pentingnya disiplin, termasuk dalam menjaga pola tidur hingga waktu makan. Ia ingin, anaknya bisa membagi waktu dengan baik, karena akan berdampak pada performanya.
“Setiap hari tidak pernah diam. Tidak apa-apa dibilang cerewet. Tapi demi kebaikan anak saya,” ucapnya.
Mimin juga mendukung Fredo ketika berlatih bersama timnya. Ia selalu mengantar Fredo berangkat dan pulang latihan. Bahkan, Fredo yang tergabung dalam Persatuan Sepak Bola Amputasi Djember (Persaid) dan harus berlatih di Jember, Mimin tetap mengantarkan anaknya ke Jember dengan naik bus.
“Masih tetap saya anterin ke lapangan. Biarpun besoknya ada rasa capek, tetap saya antar. Kan Jember juga tidak dekat, itu bisa enam jam perjalanan. Pas pulangnya sampai rumah kadang jam 12 atau jam 12 malam hari Minggu,” ceritanya.
Jerih payah Mimin dalam mensupport Fredo membuahkan hasil manis. Selain bergabung dengan Persaid, Fredo juga punya kesempatan untuk menjadi bagian dari Timnas Indonesia.
Fredo memulai karir di Timnas Indonesia ketika ada pendaftaran seleksi untuk sepak bola difabel.
Setelah unjuk kemampuan dalam rangkaian seleksi, Fredo dinyatakan lolos. Gayung pun bersambut, Fredo berhasil gabung dengan skuad Garuda untuk sepak bola difabel.
Fredo kini juga telah mengoleksi berbagai medali kejuaraan sepak bola. Didikan disiplin. Dorongan penuh semangat. Dan cinta kasih yang menggalir, membuat Fredo terus menunjukkan hasil positif.
Dalam Liga Sepak bola Amputasi Nasional tahun 2022, Fredo bersama tim sukses menjadi Juara 1. Di tahun yang sama, anaknya juga berhasil meraih gelar juara 3 Piala Kemenpora Amputee Football. Setahun kemudian, Fredo kembali mencatatkan nama di Piala Bupati Cup Jember Se-Jawa Timur sebagai Juara 1. Dan tahun ini, Fredo dan tim Persaid kembali meraih juara Piala Kemenpora sekaligus menjadi kiper terbaik.
“Memang sepak bola itu cita-citanya dari kecil. Meskipun dari keturunan tidak ada yang ke sepak bola. Tapi saya percaya, karena anaknya juga gigih, semangat,” ucapnya.
Selain itu, sebelumnya juga turut mengantarkan Timnas Indonesia runner up dalam kejuaraan Amputee Football World Cup Qualifiers (East Asian Zone) atau Kualifikasi Piala Dunia Sepak Bola Amputasi di Bangladesh tahun 2022. Capaian itu, sekaligus membawa Timnas lolos ke Piala Dunia Sepak Bola Amputasi di Turkiye untuk pertama kalinya.
“Kalau bertanding keluar negeri, saya belum pernah ikut. Tapi kalau ke Jakarta sudah. Kemarin juga baru saja ke Malang sama Jember,” tuturnya.
Atas prestasinya tersebut, anaknya saat ini juga mendapat beasiswa kuliah di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya. Fredo mengambil jurusan Hukum di Fakultas Hukum.
“Tidak ada batasan untuk belajar, nanti kalau sudah lulus kuliah juga harus lanjut lagi, untuk masa depan anak,” ucapnya.
Saat ini, ia sangat bangga pada Fredo. Laki-laki kelahiran 17 Oktober 2000 itu, telah mengukir segudang prestasi dengan keterbatasan yang dimiliki.
“Yang membanggakan lagi, anaknya lebih sayang sama orang tua. Mengutamakan orang tua. Terus Anaknya tidak pernah neko-neko. Iyu yang jadi bangga orang tua,” ujarnya.
Sementara itu, Fredo mengatakan bahwa dirinya sempat tidak percaya diri dengan kondisi dan kemampuannya. Namun, berkat dukungan sang ibu, ia berhasil melawan keraguan tersebut dan membuktikan dengan baik.
“Tentu tantangan tersendiri buat saya, tapi saya termotivasi sama dorongan orang tua. Alhamdulillah, ibu sangat mendukung sekali,” katanya.
Ia ingin, ke depan bisa mengukir prestasi lagi bersama Timnas Indonesia di Piala Dunia. Apalagi, bermain di Piala Dunia adalah impian paling besarnya.
Di sisi lain, ia juga semangat dalam berkuliah. Ia bersyukur, karena kampus tempatnya belajar juga memberi kesempatan untuk daring, sehingga aktivitasnya sebagai atlet dan mahasiswa bisa berjalan dengan baik.
“Seiring berjalanan waktu, mungkin kalau bisa saya lanjut sekolah lagi, kalau ada kesempatan, Tapi tetap saya ingin lanjut bermain sepak bola. Sudah cinta sepak bola,” tandasnya.
Dukungan penuh ibu terhadap anaknya membuat mimpi-mimpi terwujud. Ketulusan. Kesabaran. Ketegasan. Hingga cinta kasih yang diguyurkan setiap hari, menumbuhkan semangat-semangat baru. (ris/saf/ham)