Dyan Puspitorini Sekretaris Asprov PSSI Jatim mengakui, pertandingan Timnas Putri Indonesia dengan Australia di laga Grup B Piala Asia 2022 memang tidak bisa dibilang apple to apple.
“Jangankan hasilnya. Ketika kami dengar laga pertama melawan Australia, itu sudah tidak bisa disandingkan apple to apple. Karena memang kelasnya sudah berbeda,” ujarnya ketika mengudara di Radio Suara Surabaya, Minggu (23/1/2022).
Dalam laga yang berlangsung di Stadion Mumbai Football Arena, Mumbai, India, Jumat (21/1/2022) waktu setempat itu, Timnas Putri Indonesia kalah telak dengan Australia dengan skor akhir 18-0.
“Kalau pertanyaannya bagaimana, saya applaus dulu untuk Timnas Putri Indonesia yang sudah diberangkatkan ke sana. Karena kita itu sudah menunggu 33 tahun. Terakhir kita ikut itu 33 tahun yang lalu,” ujarnya.
Artinya, kata perempuan yang akrab disapa Ririn itu, untuk berpartisipasi dalam kompetisi Piaal Asia itu saja, Timnas Putri Indonesia butuh proses perjuangan yang sangat panjang.
“Lagi-lagi kita ngomong proses. Kalau kita ngomong hasil, itu masih jauh banget. Kenapa kita sampai kalah terlalu banyak? Jawabannya kita butuh pembinaan di level grassroot, yang kita belum ada,” ujarnya.
Masalahnya, kata Ririn, sepakbola wanita di Indonesia ini tidak menjadi konsentrasi PSSI Pusat. Itu terlihat dari belum adanya kompetisi sepakbola wanita secara nasional.
Ketidakadaan kompetisi secara nasional itu, kata Ririn, berpengaruh pada keberlanjutan kompetisi sepakbola wanita di tingkat provinsi. Terutama karena kendala ketidakadaan alokasi dana.
Meski begitu, beberapa kali PSSI Jatim bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jatim menggelar sejumlah kompetisi. Sebut saja Piala Pertiwi juga Piala Bude Karwo, yang berlangsung sekitar tiga tahun silam.
Kemudian Covid-19 merebak menjadi pandemi. Selama dua tahun lebih kompetisi sepakbola perempuan mandek begitu saja mengikuti berbagai anjuran pemerintah untuk mengurangi aktivitas dan mobilitas.
“Dua tahun itu kompetisi di tingkat provinsi sendiri mati suri, ya. Baru di akhir Desember kemarin (2021) kami bikin piala gubernur Jatim. Surabaya yang menang saat itu, Persela juara kedua,” ujarnya.
Pelaksanaan kompetisi itu setelah tidak adanya kompetisi selama dua tahun, bagi para pesepak bola wanita, menurut Ririn, menyedihkan. Karena mereka selama ini berlatih terus menerus.
“Mereka berlatih terus-menerus tapi tidak ada kompetisi yang bisa mereka ikuti. Sehingga menjadi suatu kesia-siaan, karena mereka akhirnya tidak punya goal yang dituju,” ujarnya.
Namun, hal mendasar yang perlu dilakukan oleh Asprov PSSI Jatim adalah mengubah paradigma masyarakat tentang sepakbola wanita, demi kelancaran pembinaan tingkat paling bawah (grassroot).
Rini mengatakan, saat kongres Asprov PSSI Jatim Juli 2021 kemarin, Ahmad Riyadh UB Ketua Umum Asprov PSSI Jatim mengatakan, PSSI akan fokus menguatkan pembinaan usia dini.
Targetnya, kata Ririn, partisipasi dahulu baru prestasi. Sebagaimana terjadi pada semua cabang olahraga, termasuk sepak bola, dan lebih spesifik lagi sepak bola wanita.
“Yang mana secara stigma (yang ada di masyarakat), sepakbola itu bukan olahraga wanita. Itu yang menjadi PR mendasar bagi Asprov, yakni mengubah paradigma itu. Bahwa olahraga itu ya olahraga, sport is sport,” ujarnya.
Dia pun menukil apa yang diamanatkan dalam Sustanability Development Goals (SDG’s) tentang gender equality atau kesetaraan gender. Asprov akan memulai dari mengubah stigma itu.
“Jadi Asprov harus menyampaikan bahwa olahraga itu bisa dilakukan oleh siapa saja, gender apa saja, ability apa saja, bahkan untuk kaum disabilitas. Itu sih yang lagi kami gaungkan. Tentu ini proses yang membutuhkan waktu,” katanya.(den)