Tersingkirnya Jerman dari Piala Dunia yang pertama kali terjadi sejak Piala Dunia 1938 harus terlempar pada fase grup, dibahas di mana-mana ketika orang ramai membicarakan apa yang mendasari Jerman menampilkan permainan terburuk yang menciptakan hasil yang disebut majalah Bild sebagai “aib terbesar” dalam sejarah Jerman tersebut.
ESPN mengupas tiga hal dari kekalahan 0-2 Jerman dari Korea Selatan di Kazan Arena, Rabu malam WIB (27/6/2018) yang membuat kedua negara tersingkir pada fase grup.
1. Perubahan line-up yang dilakukan Loew memang mengatasi beberapa masalah, tetapi juga menciptakan masalah baru
Menjelang laga melawan Korea ini, Joachim Loew kembali sibuk membahas cara melindungi pertahanan dari serangan balik. Dia lalu mengajukan tiga teori. Satu, sirkulasi bola yang lebih baik. Kedua, balik menekan dengan mempertahankan bola selama mungkin sebelum lawan bisa melancarkan serangan balik, dan terakhir, makin melindungi lagi ruang di depan empat bek.
Demi mewujudkan dua teori pertama, Loew memasukkan kembali Mesut Ozil menggantikan Julian Draxler. Playmaker Arsenal nii memang sukses membuka posisi-posisi bagus antar-lini permainan dan berdampak besar kepada pertahanan, yang bekerja sama apik dengan Marco Reus dan Timo Werner di depan dalam memenangkan bola pada posisi-posisi berbahaya untuk Jerman. Leon Goretzka, yang mengejutkan dimasukkan di posisi kanan di mana Thomas Muller biasanya beroperasi, ditugaskan mendukung bek kanan Joshua Kimmich dalam menangkal ancaman Son Heung-Min, sedangkan spesialis box-to-box Sami Khedira dipasang kembali di belakang Toni Kroos sebagai gelandang bertahan.
Langkah yang separuh berhasil –di mana Niklas Sule menggantikan Jerome Boateng yang terkenan larangan bermain– dalam cara Jerman memainkan bola itu sayangnya menghadapi kendala dari kurang mengalirnya permainan Jerman.
Jangkauan umpan Khedira yang terbatas dan kurang cepat bergerak telah mengganggu Jerman dalam menerapkan pola permainan itu. Mereka kerap terjebak dalam dua pikiran antara langsung menyerang atau menguasai bola dalam pola ofensif dengan harapan Korea Selatan kelelahan. Kebingungan itu kentara terlihat beberapa menit sebelum babak pertama berakhir ketika Goretzka menguasai bola dari posisi dalam untuk menusuk ke depan sendirian, sampai dia dihadang pemain Korea Selatan.
2. Jerman frustasi mengurai strategi box-to-box lawan
Tim asuhan Shin Tae-Yong masih merasa kesulitan menaikkan tempo permainan pada babak kedua dan tak sadar mundur terlalu dalam. Akibatnya, cara Jerman menguasai penguasaan bola menjadi agak lebih tertata sebagai akibat dari terbukanya ruang permainan setelah jeda, namun sebuah sundulan Goretzka dan tendangan voli Werner, tetap tidak bisa menjebol gawang lawan. Pemain RB Leipzig itu tidak bisa bergerak efektif dan terlihat lebih senang di kanan ketika Mario Gomez masuk lapangan.
Masuknya striker VfB Stuttgart ini sendiri menandakan bahwa sistem permainan tidak bekerja. Sistem ini makin dikoreksi lagi ketika Muller masuk menggantikan Goretzka. Ini jelas menandakan Loew mengakui telah menurunkan starting-eleven yang salah.
Dalam satu turnamen yang membuat Jerman tak bisa berbuat apa-apa selain mengandalkan tendangan penjuru dan set piece, seperti tendangan bebas Kroos ke gawang Swedia, ketidakmampuan menciptakan gol dari permainan terbuka menjadi awal kejatuhan Jerman.
3. Bisakah Loew selamat dari bencana ini?
Dua gol Korea Selatan pada masa injuri dari Kim Young-Gwon dan Son menjerumuskan Jerman ke dasar klasemen Grup F. Sayang, kebingungan dan ketumpulan Jerman selama tampil di Rusia tidak terlalu mengusik.
Biasanya pada keadaan demikian, pelatih nasional mundur, tapi nasib Loew sudah ditentukan jauh-jauh hari setelah Jerman menjadi juara dunia empat tahun lalu. Ketiadaan alternatif yang kredibel membuat asosiasi sepak bola Jerman mempertahankan Loew. Tapi Loew bisa saja merasa terlalu malu untuk terus bertugas sebagai pelatih karena dia merasa gagal menemukan formula yang masuk akal dalam turnamen sial ini.
Era dia mungkin sudah mendekati akhir. Demikian seperti dikutip Antara.(ant/ipg)