Jumat, 22 November 2024

Memetik Semangat Soeharto, Mantan Atlet Tunanetra yang Pernah Harumkan Indonesia

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Soeharto (68) warga asal Probolinggo, mantan atlet tunanetra. Foto: Anggi suarasurabaya.net

Punya keterbatasan fisik bukan menjadi penghalang untuk tetap semangat dan terus berjuang menjalani kehidupan. Itulah yang selalu ditekuni Soeharto (68) warga asal Probolinggo, yang berprofesi sebagai tukang pijat dan tinggal di Jalan Putat Jaya C Barat, Surabaya.

Di kehidupan seharinya, dia harus merawat sang istri yang menderita luka yang cukup memprihatinkan di bagian punggung hingga kakinya. Dengan sabar, dia membersihkan luka istrinya. Bahkan, pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci baju juga ia lakoni. Beruntung, pekerjaannya sedikit ringan dengan bantuan Siti Fatimah seorang relawan asal Dukuh Pakis Surabaya.

Soeharto mengaku tidak memiliki keluarga di Surabaya. Ia merupakan anak tunggal dan selama ini belum memiliki keturunan dari istrinya. Sang istri sudah tiga kali mengalami keguguran, dan menurut dokter, kandungannya sangat lemah. Sehingga, tidak memungkinkan untuk memiliki keturunan.

“Saya tinggal sama istri. Tidak ada keluarga. Ada saudara tapi jauh sekali, di Lumajang. Ini rumah yang saya tinggali, adalah rumah warisan. Ya sehari-hari saya dibantu sama Siti, yang dengan ikhlas membantu saya dan istri,” kata dia.

Dibalik profesinya sebagai tukang pijat, siapa sangka jika Soeharto adalah mantan atlet tunanetra yang mempunyai segudang pengalaman dan prestasi. Bahkan ia juga pernah mengharumkan Indonesia di ranah internasional. Dia pernah menjuarai berbagai lomba, seperti lari, renang, tolak peluru, lompat jauh hingga lempar lembing.

Kesuksesannya di bidang olahraga, kata dia, membuahkan hasil saat menjuarai lomba lempar lembing di Australia dan Inggris. Berbagai pengharagaan sudah pernah ia dapatkan, mulai dari perunggu, medali perak, hingga medali emas. Diakuinya, hobi di bidang olahraga sudah ia tekuni sejak kecil.

“Saya suka olahraga sejak kecil. Kalau tidak bisa melihat atau mulai buta, sejak usia 19 tahun. Saya waktu itu merasa ada yang janggal dengan penglihatan saya. Kemudian menjalani operasi dua kali, tapi hasilnya gagal dan saya buta. Saya frustasi berat, tapi saya mencoba kembali bangkit dengan keterbatasan itu,” jelasnya.

Di masa emasnya, Soeharto mengaku pernah bertemu dengan para pejabat. Seperti mendapatkan penghargaan dari Presiden Soeharto, berjabat tangan dengan Ratu Elizabeth II, dan membacakan pancasila di Inggris, bertepatan dengan pernikahan Pangeran Charles dengan Lady Diana.

Kini, di usia senjanya kehidupan Soeharto justru berbeda. Perekonomiannya tidak sebagus dulu, tunjangan untuk masa tuanyan juga tak pernah ia rasakan. Melihat kondisi Soeharto yang memprihatinkan, beberapa relawan dan dinas terkait telah memberikan bantuan. Seperti bantuan kesehatan kepada istrinya, yang saat ini menjalani perawatan di RSUD Dr. Soewandhi dan bantuan sosial lainnya.

Soeharto mengaku memiliki secuil harapan kepada pemerintah. Ia ingin, ada bantuan kesejahteraan untuk para atlet khususnya membantu perekonomian mereka di masa tua. (ang/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs