Kabar mengejutkan datang dari dunia sepak bola Indonesia. Setelah Timnas U-23 tersungkur di SEA Games, Singapura, dengan menelan kekalahan telak, masing-masing dengan skor 5-0 melawan Thailand dan Vietnam, kini muncul kabar tak sedap soal dugaan pengaturan pertandingan (match fixing).
Tak hanya pada partai puncak cabang olahraga sepak bola Sea Games, tapi dugaan match fixing ini sudah terjadi di dunia sepak bola Indonesia sejak 15 tahun lalu.
Menanggapi hal itu Sohibul Iman Wakil Ketua Komisi X DPR RI mengapresiasi. Dia meminta kepolisian serius menindaklanjutinya.
“Bagus banget itu. Saya setuju, kalau ada fenomena, ada sangkaan, kita tidak berharap itu hanya menjadi tuduhan saja,” kata Sohibul di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/6/2015),
Dengan demikian, maka nanti bisa dibuktikan dan dipastikan bahwa memang mafia sepak bola itu ada karena sampai saat ini hal itu hanya menjadi isu yang sulit dibuktikan.
“Nanti di sana dibuktikan apakah mafia ini ada, atau yang laporan ini punya data valid atau tidak. Kita selama ini dengar ada mafia, tapi tidak tahu sosoknya seperti apa,” tegas Mantan Wakil Ketua DPR ini.
Dia mengingatkan bahwa kalau benar terpuruknya sepak bola Indonesia karena ulah mafia maka ini harus dituntaskan.
“Ini kan sudah kita terpuruk di Sea Games terus sekarang diindikasikan macam-macam. Ini yang harus dibersihkan kalau kita ingin bangun sepakbola yang lebih baik. Semua indikasi mafia dan pengaturan skor harus dihilangkan, tegakan hukum dengan baik,” tandasnya.
Sebelumnya Edwin Partogi Pasaribu Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan, pihaknya sudah mendengar informasi mengenai munculnya saksi, berinisial BS, yang membeberkan praktik pengaturan hasil pertandingan dengan melakukan tindakan kotor seperti penyuapan dan pengaturan skor di dunia sepak bola.
“Kita sudah mendengar kasus ini. Kita juga dapat informasi jika saksi akan ke LPSK untuk meminta perlindungan,” ungkap Edwin dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (17/6/2016).
LPSK saat ini sedang menunggu permohonan yang bakal diajukan saksi BS. Setelah itu, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terkait sifat pentingnya keterangan saksi, tingkat ancaman yang membahayakan saksi, serta rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan saksi. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Selanjutnya LPSK menurutnya akan membahas permohonan untuk diputuskan pada tingkat pimpinan apakah permohonan itu akan diterima atau ditolak.” Bila diputuskan diterima, pihaknya juga akan menyebutkan tentang jenis perlindungan yang akan diberikan kepada yang bersangkutan.Kita masih harus melihat dulu permohonan yang disampaikan. Mengacu pada sifat penting keterangan dan tingkat ancaman,” imbuhnya.
Pihaknya sangat mengapresiasi keberanian dan kepedulian saksi BS membongkar dugaan praktik match fixing di dunia sepak bola nasional. Karena itu, dia berharap aparat penegak hukum dapat menindaklanjuti kasus ini dengan tidak berhenti pada kesaksian BS saja.
“Kita harap apa yang disampaikan saksi merupakan kebenaran, sehingga bisa membantu membenahi olahraga yang menjadi favorit masyarakat,” ujar dia.
Dalam jumpa pers yang digelar tim Advokasi #IndonesiavsMafiabola, Selasa (16/6/2015) di Jakarta Selatan, seorang saksi, BS, mengaku sudah melakukan tindakan kotor seperti penyuapan dan pengaturan skor di dunia sepak bola Indonesia sejak 15 tahun lalu. Demi keamanan, BS sudah dikarantina dan identitasnya dirahasiakan. Disebutkan pula, yang bersangkutan pernah menjadi pemain dan pelatih klub sepak bola di Indonesia, sambil melakukan peran sebagai “perantara” penyuapan dan pengaturan skor. (faz/wak)