Sinar Brasil belum juga mentereng. Penampilan Selecao belum mengesankan, bahkan jauh dari harapan, untuk itu laga melawan Kolombia di perempat final Piala Dunia 2014 menjadi pembuktian bahwa “pesta kemenangan” bakal datang bersua di seantero bumi Samba.
Seperti melansir Antara, Brasil ditantang Kolombia dalam pertandingan yang sempat diwarnai “krisis psikologis” yang menerpa sejumlah punggawa asuhan pelatih Luiz Felipe Scolari. Kedua tim asal Amerika Latin itu bakal baku duel di Estadio Castelao, Fortaleza, pada Sabtu (5/7/2014) dini hari, pukul 03.00 WIB.
Perjuangan Brasil melaju ke perempat final bukan hal yang enteng. Neymar dan kawan-kawan harus melalui drama adu penalti untuk menyingkirkan Cili. Sampai-sampai sejumlah pemain tim tuan rumah menangis karena harus mengambil eksekusi penalti.
Sebagai pelatih profesional, jelas Scolari tidak ingin anak asuhannya digerogoti oleh gejolak perasaan hati yang tidak menentu sampai-sampai tersiar warta di media massa internasional bahwa para pemain Brasil mudah menangis alias cengeng.
Kemengan dramatis lewat tos-tosan atas Cili di babak 16 besar melukiskan betapa emosi para pemain Brasil begitu terkuras ketika menghadapi laga itu. Neymar, Julio Cesar, David Luiz, sampai Thiago Silva menangis di lapangan setelah melakoni laga yang terbilang keras itu.
Setelah melihat kejadian itu, Scolari kemudian mengundang untuk meminta bantuan seorang psikolog olah raga Regina Brandao ke kamps latihan Brasil di Teresepolis. Semuanya itu ditempuh sebagai langkah persiapan menghadapi pertarungan kontra Kolombia.
Penampilan Kolombia layaknya orang yang mengepalkan tinju sebagai wujud kesiapan menghajar siapa pun lawan yang berada di hadapannya.
Langkah tim berjuluk Los Cafeteros alias Si Petani Kopi demikian mencengangkan dengan terus meraih kemenangan dalam empat laga yang mereka telah jalani.
Tim asuhan pelatih Jose Pekerman itu mampu menyapu bersih tiga partai fase grup dengan meraih kemenangan. Predikatnya, tim yang mampu tampil meyakinkan di babak 16 besar jika dibandinkan dengan Brasil, Belanda, Prancis, Jerman, Argentina, dan Belgia.
Kolombia bakal mengesploitasi sikap rentan kondisi kejiwaan pasukan Brasil ini. James Rodriguez dan kawan-kawan bukan tidak mungkin memanfaatkan “puing-puing hati para pemain Brasil” yang telah terserak.
Skema serangan yang dibangun skuad Kolombia sejauh ini boleh dibilang efisien dan efektif. Hanya saja, lawan kali ini justru Brasil yang nota bene mendapat dukungan penuh menyeluruh dari warga masyarakat setempat.
Brasil bakal menghadapi serangan sengit bertubi-tubi dari Kolombia. “Tidak jarang tim yang dipenuhi sejumlah pemain bintang, jika mereka tidak memperoleh hasil yang diinginkan, maka mereka bakal tidak tampil brilyan juga,” kata Pekerman.
“Pertandingan ini bakal berlangsung sengit, karena tim yang justru tidak dihuni oleh sejumlah pemain bintang akan menyulitkan tim yang dipenuhi pemain bintang,” katanya juga.
Kolombia memang tidak memiliki sederet pemain bintang, meski ada James Rodriguez. Pemain yang membela Monaco ini mengundang decak kagum dari publik pecinta bola sejagad. Ia telah mengemas lima gol, dengan begitu ia menjadi kandidat peraih penghargaan Sepatu Emas. Penampilannya sejauh ini menunjukkan grafik yang cenderung naik.
Selama penyelenggaraan turnamen empat tahun ini, ia menunjukkan diri sebagai pemain yang memiliki kecepatan, visi bermain yang oke, dinamika bermain yang pantang menyerah, dan punya kemampuan di atas rata-rata dalam mencetak gol.
Penampilan pemain berusia 22 tahun ini bakal mengancam pertahanan Brasil. Kalau saja barisan penyerang Kolombia mampu menembus barikade pertahanan Selecao, maka bukan tidak mungkin air mata para pendukung setia tim tuan rumah bakal berjatuhan. Boleh jadi, ada predikat “tragedi Fortaleza” setelah “tragedi Maracana”. (ant/dwi/rst)