Oleh: Ustadz Thoha
Saya dengar cerita ini dari ayah saya. Jaman dahulu kala hiduplah sebuah keluarga yang kaya raya dan berbahagia. Sang suami adalah seorang yang sholeh lagi tampan, istrinya pun seorang yang sholihah cantik pula.
Bertahun-tahun kebahagian ini mereka rasakan dengan penuh rasa syukur kepala Alloh Ta’ala sampai mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang elok rupanya. Keluarga ini memberinya nama (sebut saja Ahmad) buah hati anugrah dari Alloh Yang Maha Agung.
Tapi, kehidupan dunia ini memang ujian. Alloh berhak membolak-balikkan taqdir manusia. Keluarga yang tadinya diselimuti kebahagiaan, kekayaan harta yang melimpah, semua hajat keinginannya selalu terkabul, dibalik 180 derajat oleh Alloh. Sang suami diuji oleh Alloh dengan sakit berat hingga menghabiskan harta kekayaannya. Meski demikian sakit Sang suami belum kunjung sembuh bahkan semakin parah.
Di saat yang kritis Sang suami menyadari waktu menghadap Alloh sudah dekat. Dipanggillah istri yang sedang menggendong putra tersayang.
“Istriku waktuku di dunia tidak lama lagi, aku hanya titip pesan untuk anak kita bila sudah besar nanti”.
Dengan penuh taqdzim istri yang sholihah ini mendengarkan pesan Sang suami. “Nanti ketika anak kita sudah besar, dia akan tahu kita pernah menjadi keluarga yang kaya raya di kota ini”,”Namun sekarang sudah tidak ada lagi”. “Bila anak kita menanyakan kekayaan kita, … jawablah harta kekayaan itu milik Alloh Ta’ala.
Setelah menyampaikan pesan, beberapa hari kemudian Sang suami dipanggil menghadap Alloh Robbul Izzati. Tinggallah seorang ibu bersama seorang putranya. Dididiklah Ahmad putra semata wayang dengan penuh kasih sayang hingga usia baligh.
Seperti halnya anak lainnya, Ahmad bersilaturrahim dengan teman-teman sekampungnya. Dari cerita orang berita tentang keluarganya yang pernah menjadi keluarga yang kaya raya akhirnya diterima oleh Achmad. Seolah tak percaya, tapi itulah yang disampaikan kebanyakan orang-orang sekampung.
Sepulang silaturrahim, menghadaplah si Ahmad kepada Ibundanya tercinta. Cerita dari orang di kampung disampaikan tanpa maksud menuntut pada Sang ibu. “Bu… benarkah keluarga kita dulu kaya raya, seperti yang disampaikan orang-orang?”. Dengan belaian kasih sayang, Sang Ibu menjawab,”Benar, Anakku!”. “Tapi, mengapa kita tidak menemuinya sekarang?”, lanjut Achmad.
Teringat pesan Sang suami ketika hendak pulang kerahmatulloh, dengan diiringi tetes air mata, ibunda Ahmad menjawab,”Harta kekayaan yang kita miliki sebenarnya milik Alloh”,”Alloh berhak memberi atau mengambilnya lagi.”
Sejurus dengan penjelasan Sang ibu, akal fikiran Ahmad menerawang, menjelajah siapakah Alloh itu. Yang memiliki kekuasaan atas harta kekayaan dan kemiskinan, kehidupan dan kematian, kebahagiaan dan kesedihan. Di manakah bisa menemui Alloh? (Saat itu penjelasan tentang Alloh Al Kholiq memang belum seperti sekarang ini).
Akhirnya timbullah keinginan yang kuat dari diri Ahmad untuk bisa bertemu Alloh. Tanpa pengetahuan yang cukup, dikuatkan hati dan tekat, si Ahmad memberanikan diri momohon restu ibunda agar diizinkan mencari Alloh Ta’ala.
Sang Ibu yang bijaksana menyambut permohonan putra tercinta dengan restu teriring doa, “Mudah-mudahan keinginan yang kuat Ahmad tersampai!”.
Bermodal “Husnudlon” Ahmad meninggalkan kampung halaman dengan satu tujuan “MENCARI ALLOH.” Perkampungan demi perkampungan dilalui, kota demi kota dilewati, hutan gunung sungai dijalajahi demi mencapai cita-cita bertemu Alloh Yang Maha Rahim.
Setelah beberapa lama berjalan Ahmad singgah di sebuah surau yang belum jadi. Salam ta’dzim dikumandangkan untuk orang yang ada di dalamnya, “Assalamu’alaikum ..!”. Wa’alaikum salam ..!” jawab orang di dalam surau sambil berdiri menyambut kedatangan Ahmad.
Terjadilah berbincangan kecil nan unik antara Ahmad dengan empunya surau setelah sebelumnya memperkenalkan diri. “Sepertinya Anda baru saja melakukan perjalanan jauh…”,”Dari mana asal anda dan mau kemana ..? tanya pemilik surau. Dengan mantap Ahmad menjawab, “Benar saya berasal dari negeri sebelah timur kota ini”,”Tujuan saya adalah untuk mencari Alloh”.
Seolah mendapat kabar yang membahagiakan, pemilik surau menyambung, “Mau mancari Alloh yaa..’,”Wah kebetulan sekali !”. mendengar perkataan pemilik surau Ahmad pun ganti bertanya, “Iya pak, tapi mengapa Bapak mengatakan kebetulan?. “Begini anak muda, Kebetulan Anda akan mencari Alloh, bila nanti bertemu Alloh tolong tanyakan mengapa surauku ini setiap selesai dibangun beberapa saat kemudian roboh dan itu terjadi berulang-ulang sampai sekarang,” jawab pemilik surau. Mendengar cerita pemilik surau Ahmad pun menyatakan kesanggupannya.
Setelah cukup beristirahat, Ahmad mohon diri pada pemilik surau untuk melanjutkan perjalanannya yang mulia. Semangat di dada yang terus berkobar mengokohkan langkah walau onak duri dan batu terjal menghadang kakinya, hingga Ahmad memasuki hutan belantara. Berbagai pemandangan yang indah menawan, tidak melupakan niat tujuan Ahmad mencari Alloh Robbul Izzati.
Di tengah perjalanan menyusuri belantara, tiba-tiba terdengar seruan salam, “Assalamu’alaikum !”. Ahmad berusaha mencari asal suara. Tak seorang pun didapati selainnya di belantara itu sampai terdengar kembali salam kedua. Dengan suara tertahan dijawablah salam sambil bertanya, “Wa’alaikum salam, … Siapa yang mengucap salam ?”. “Kamilah yang mengucap salam anak muda!”
Seolah tak percaya Ahmad melihat asal sudara dari mulut tiga ekor himar yang ada di hadapannya. Khawatir membuat Ahmad bingung himar pun melanjutkan perkataanya, “Jangan heran anak muda Alloh telah menakdirkan kami untuk bisa berbicara seperti manusia. Kalau boleh tahu kamu dari mana dan mau kemana?” Walau masih diliputi rasa heran, Ahmad menjawab, ” Saya berasal dari negeri yang jauh di timur, dan tujuan saya adalah mencari Alloh”.
Mendengar jawaban Ahmad, ketiga himar serempak berkata,”Mencari Alloh?”,”Wah kebetulan, nanti bila kamu bertemu Alloh tolong tanyakan, “Mengapa badan kami tidak bisa gemuk?”, “Padahal hampir semua rumput di sini sudah kami makan”. Kepada ketiga himar Ahmad menyatakan kesanggupan dan mohon diri untuk melanjutkan perjalanan.
Hampir sebulan kepergian Ahmad meninggalkan rumah untuk mencari Alloh. Sampailah Ahmad di padang pasir yang luas. Matahari yang terik, pasir yang membakar, kerongkongan yang kering dan perut yang lapar tidak memupupuskan harapan untuk bertemu Alloh. Di tengah hamparan pasir dilihatnya lelaki tua renta berjalan berlawanan arah, sejenak Ahmad berhenti untuk mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum …!”.”Wa’alaikum salam … !” jawab sang kakek sambil kemudian bertanya, ” Anak ini siapa, dari mana dan mau kemana ?”. Dengan ramah Ahmad menjawab, “Nama saya Ahmad, saya dari negeri yang jauh di timur, dan tujuan saya mencari Alloh”.
Mendengar jawaban Ahmad, mata kakek yang terlihat redup tertutup bulu alis berubah bersinar dan berucap, ” Waah kebetulan, nanti bila bertemu Alloh tolong tanyakan!”,”Mengapa saya yang sudah renta ini belum juga mati?”. “Insya Alloh kek !”, jawab Ahmad sambil mohon restu untuk melanjutkan perjalanan.
Berpuluh negeri telah dilewati, hutan belantara dan gurun pasir telah juga diraungi, Ahmad belum juga menemukan berita dimana Alloh berada. Sampailah perjalanan Ahmad terhenti di ujung bumi di tepian pantai. Tak ada jalan lain untuk melangkah. Diputuskannya untuk beristirahat sambil mata menyelidik ke seluruh penjuru arah, kalau-kalau didapat informasi di mana Alloh berada.
Di tengah pencariannya, tiba di hadapan Ahmad seorang ‘Alim berpakaian putih dengan wajah bersinar mengucap salam dan kemudian bertanya,” Saudara sepertinya telah melakukan perjalan jauh, untuk maksud apa anda sampai ke sini ?”. Ahmad pun menceritakan maksud dan tujuannya yaitu mencari Alloh.
Dengan ramah orang berjubah putih akhirnya menjelaskan pada Ahmad, bahwa Alloh Azaa Wajalla karena keagunganNya tidak bisa ditemui di dunia dan akan bisa ditemui oleh orang yang mendapat anugerah dan ridloNya kelak setelah hari qiamah.
Ahmad pun menerima penjelasan dengan ta’ajub sambil kemudian bertanya, “Kalau begitu bagaimana saya mengatakan pada orang-orang yang titip pesan untuk disampaikan kepada Alloh ?”. Sang a’lim menjawab, “Katakan pada saya apa pesan mereka, karena saya adalah seorang utusan Alloh!”.
Ahmad kemudian menyampaikan pesan pemilik surau, pesan keledai dan pesan kakek renta. Setelah memohon petunjuk pada Alloh lelaki Alim berkata, “Hai Ahmad katakan pada pemilik surau, bila suraunya ingin jadi maka anak gadisnya harus segera dinikahkan. Kepada himar sampaikan untuk bisa gemuk harus ada yang menunggangi. Dan kepada kakek renta, beliau belum akan mati sebelum emas berliannya disodaqohkan”.
Setelah puas menerima penjelasan Ahmad mohon diri untuk kemudian pulang ke negeri kelahiran. Singkat cerita Ahmad kembali menemui kakek renta untuk menyampaikan jawaban dari utusan Alloh. “Saya sudah sampaikan pesan kakek, tapi hanya kepada utusan Alloh bukan kepada Alloh. Karena Alloh hanya bisa ditemui kelak di hari akhirat”. “Apa jawabnya?”, tanya kakek tak sabar. “Kakek bisa segera meninggal bila emas berlian yang kakek miliki disodaqohkan”, jawab Ahmad. “Wah kebetulan, kalau begitu semua emas berlianku saya sodaqohkan kepadamu “. Dan kakekpun menunjukkan dua buah karung yang penuh emas berlian untuk disodaqohkan pada Ahmad.
Setelah selesai urusan dengan kakek renta, Ahmad menemui tiga ekor himar di dalam hutan dan bercerita ihwal pertemuannya dengan utusan Alloh.
“Sudah kau sampaikan pesanku ?” tanya himar. Ahmad menjawab, ” Sudah, beliau berkata kamu bisa gemuk bila ada yang menaiki “. “Wah kebetulan, kamu saja yang menaiki kami”, kata himar dengan gembira. “Baiklah, yang satu saya naiki dan yang dua membawa dua karung emas berlian”, kata Ahmad kemudian.
Bersama tiga ekor himar Ahmad menuju rumah pemilik surau. Kedatangan Ahmad disambut dengan gembira oleh pemilik surau dan berharap kabar baik yang dibawa oleh Ahmad. Tanpa buang waktu pemilik surau bertanya, “Bagaimana sudahkah engkau bertemu Alloh?”. Ahmad kemudian menjelaskan tentang Alloh seperti yang disampaikan sang Utusan, “Alloh Al Kholiq hanya bisa ditemu di hari pembalasan”. “Bagaimana pesanku”, tanya pemilik surau lagi.
“Kata sang Utusan, surau bapak akan selesai setelah putri Bapak dinikahkan”, sambung Ahmad. “Wah kebetulan, putriku akan kunikahkan dengan kamu “, sergah pemilik surau dengan mata berbinar.
Alhamdulillah cerita berakhir, dengan satu tujuan Mencari Alloh Ahmad mendapatkan kembali kemulyaan yang pernah didapat Ayah Ibunya. Wallohu ta’ala a’lam.(ipg)