Oleh : Ayub Syafii
Menurut Nabi Muhammad SAW ada empat golongan yang ibadah hajinya tidak diterima, yaitu orang kaya yang berangkat ke Tanah Suci untuk bertamasya, kaum menengah yang tujuannya mau berdagang, para cendekiawan, kaum terpelajar atau orang-orang besar yang niatnya hanya untuk didengar dan dilihat orang, dan orang-orang miskin yang maksudnya mau meminta-minta agar kaya.
Sudah banyak contohnya bagaimana Alloh menolak amal mereka. Ada seorang hartawan yang, lantaran banyak kekayaannya, berangkat ke Tanah Suci membawa dua orang istrinya, Hasanah dan Azizah. Hartawan itu tidak mau belajar tentang manasik atau cara-cara melakukan ibadah haji, karena memang di kampungnya ia terkenal tidak pernah sholat.
Sampai di sana ia pun kebingungan. Pada waktu thowaf mengitari Ka’bah ia tidak tahu apa yang harus dikerjakan dan dibaca. Untung ia sempat diberi tahu oleh seorang kawannya, bahwa selama melakukan thowaf ia cukup membaca doa “robbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah“.
Ia sangat gembira karena kebetulan doa itu sudah hafal lantaran sering didengarnya dibaca oleh orang-orang kampung. Tapi cuma sepotong, bagian yang berbunyi “wa qina adzaban nar” ia tidak hafal. Jadilah, asal tidak malu di tengah orang banyak, kalau sampai tidak membaca apa-apa.
Maka digandenglah kedua istrinya di kiri dan di kanan. Mereka juga sama-sama bodoh dan malas sholat waktu di kampung, jadi tidak bisa mengucapkan sepotong doa pun, apalagi tahu artinya. Tidak istri yang muda, Hasanah, dan tidak pula istri yang tua, Azizah.
Maka tatkala sudah tiga kali si suami mengelilingi Ka’bah dengan membaca doa yang di dalamnya selalu diulang-ulang “hasanah-hasanah”, istri muda yang bernama Hasanah sangat bangga dan melirik dengan sombong ke arah Azizah. Ia menyangka suaminya sedang menyebut-nyebut namanya terus sebagai luapan rasa cinta yang berlebih kepadanya.
Sebaliknya si istri tua menjadi panas hatinya dan dadanya nyaris meledak, dikira suaminya hanya teringat kepada Hasanah yang lebih muda dan cantik.
Akibatnya ia tidak dapat mengendalikan nafsunya lagi. Dengan keras ia menyodok perut suaminya sampai laki-laki itu kesakitan. Si suami memekik:
“Mengapa kausikut aku? Sakit, tahu?”
“Habis, dari tadi yang disebut-sebut cuma Hasanah melulu, mentang-mentang ia masih muda dan menarik. Aku sekali pun tidak pernah kaupanggil. Memangnya aku bukan istrimu?” bentak Azizah, sang istri tua.
Hartawan yang bodoh itu rupanya sadar akan “kesalahannya”. Maka ia pun cepat-cepat berkata, “Maaf, aku khilaf.”
Lalu pada putaran yang keempat ia pun mulai mengubah doanya dengan yang dikiranya sangat “bijaksana”, bunyinya menjadi : “robbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati azizah,” terus berulang-ulang.
Azizah nampaknya amat lega dan gembira. Ia puas namanya sekarang disebut-sebut juga oleh suaminya tercinta. Namun apa hendak dikata, pada putaran yang keenam, tiba-tiba ketiga orang suami-istri tersebut ditangkap askar, pihak yang berwajib dengan tuduhan menghina ayat suci dan mengubah bunyi doa Al Qur’an. Akhirnya mereka bukan memperoleh ibadah yang mabrur, malah pulang ke rumah dengan babak belur.(ipg)