Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan dosis tinggi obat ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder), khususnya stimulan seperti amfetamin, terkait dengan peningkatan risiko mengalami psikosis atau mania lebih dari lima kali lipat.
Menurut Medical Daily, ADHD adalah gangguan neurodevelopmental yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk fokus, tetap tenang, dan mengatur dorongan.
Gejala ADHD sering mengganggu aktivitas sehari-hari, kinerja akademik, dan interaksi sosial. Meskipun kondisi ini biasanya didiagnosis pada anak-anak, tanpa adanya pencegahan atau obat, ADHD dapat berlanjut hingga dewasa dan berubah seiring bertambahnya usia.
Dilansir dari Antara, pengobatan ADHD umumnya melibatkan kombinasi terapi, pelatihan orang tua dalam manajemen perilaku, serta penggunaan obat stimulan dan non-stimulan. Penggunaan stimulan untuk pengobatan ADHD telah meningkat dalam dekade terakhir, terutama selama pandemi COVID-19.
Studi sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan amfetamin dan peningkatan risiko psikosis. Dalam studi terbaru, peneliti menyelidiki bagaimana berbagai dosis memengaruhi risiko ini.
Individu yang terlibat dalam studi adalah pasien yang dirawat di fasilitas kesehatan mental \McLean Hospital, untuk psikosis atau mania antara 2005 dan 2019. Semua pasien berusia antara 16 dan 35 tahun, rentang usia umum terjadinya psikosis dan mania. Dari kasus-kasus ini, terdapat 1.374 kasus psikosis episode pertama.
Berdasarkan data kesehatan, peneliti menganalisis penggunaan stimulan selama sebulan terakhir sambil mempertimbangkan faktor lain seperti penggunaan zat. Pendekatan ini membantu memisahkan efek stimulan terhadap kondisi pasien.
Temuan yang diterbitkan dalam American Journal of Psychiatry menunjukkan, individu yang menggunakan amfetamin resep dalam sebulan terakhir lebih mungkin mengalami psikosis atau mania yang baru dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakannya. Risiko tertinggi ditemukan pada individu yang mengonsumsi 30 mg atau lebih dextroamphetamine, yang setara dengan 40 mg Adderall.
Sementara risiko psikosis pada peserta yang terpapar amfetamin resep ditemukan sebesar 63 persen, penggunaan amfetamin dosis tinggi terkait dengan risiko 81 persen.
Hal ini berarti bahwa di antara mereka yang menggunakan amfetamin, 81 persen kasus psikosis atau mania dapat dihindari jika tidak menggunakan dosis tinggi.
“Obat stimulan tidak memiliki batas dosis atas pada labelnya, dan hasil kami menunjukkan bahwa dosis adalah faktor dalam risiko psikosis dan harus menjadi pertimbangan utama saat meresepkan stimulan. Ini adalah efek samping yang jarang tetapi serius yang harus dipantau oleh pasien dan dokter mereka setiap kali obat ini diresepkan,” kata Lauren Moran penulis utama studi.
Meskipun studi ini tidak membuktikan bahwa stimulan secara langsung menyebabkan psikosis, peneliti menyarankan mungkin ada hubungan biologis antara keduanya.
Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kadar dopamin di otak akibat penggunaan stimulan seperti amfetamin, yang mirip dengan perubahan dopamin yang terjadi pada psikosis. (ant/saf/faz)