Rabu, 12 Februari 2025

Tren Gangguan Panggul Meningkat, Dokter: Banyak Terjadi Pascapersalinan

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Prof. Dr. dr. Eighty Mardian Kurniawati Sp.OG(K) guru besar bidang uroginekologi rekonstruksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rabu (12/2/2025). Foto: Meilita Elaine suarasurabaya.net

Tren gangguan panggul pada perempuan cenderung meningkat setiap tahun, dan paling banyak terjadi setelah proses persalinan.

Prof. Dr. dr. Eighty Mardian Kurniawati Sp.OG(K) guru besar bidang uroginekologi rekonstruksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menyebut, tren itu terjadi di Jawa Timur berdasarkan data dari Rumah Sakit Dr. Soetomo dan RS Unair.

“Jadi, bukan hanya angka kunjungan pasien datang berobat, tapi juga angka yang dilakukan tindakan,” katanya, Rabu (12/2/2025).

Tahun lalu, tercatat sekitar 300 pasien yang berkunjung dan berobat. Sementara yang dilakukan tindakan sekitar 70 hingga 100 pasien.

“Ada kenaikan sekitar 20 persen setiap tahunnya,” imbuh Profesor Eighty.

Rata-rata pasien, lanjutnya, berusia 50 tahun ke atas. Sedangkan yang berusia dewasa 35-40 tahun rata-rata disebabkan persalinan yang sulit sebagai penyebab terbanyak.

“Penelitian bilang, ada hubungan bayi besar dengan gangguan panggul, bayi lebih dari 3.650 gram, persalinannya mengejannya terlalu lama. Lama-lama (mulut rahim) sobek atau kalau enggak sobek, melar tapi enggak bisa kembali,” terangnya.

Gejala yang muncul, lanjutnya beragam, mulai dari penurunan kandung kemih, rahim, hingga gangguan fungsi seksual.

“Beser, enggak bisa nahan kentut,” tambahnya.

Gejala ringan itu sering terjadi, tapi menurutnya banyak masyarakat masih malu mengungkapkan. Sehingga, tidak segera terdeteksi dan ditangani.

“Tindakan banyak, tidak harus operasi tapi, bisa jadi latihan kegel, terapi biofeedback, pemasangan pesarium atau terakhir kalau memang rahim turun parah maka operasi. Itu pun tidak selalu pengangkatan rahim bisa dengan rekonstruksi,” tandasnya.

Melihat peningkatan tren itu, Prof Budi Santoso Dekan Fakultas Kedokteran Unair menggandeng ahli uroginekologi asal Thailand.

“Ini adjunct professor yang ke-41, Prof Jittima, ahli bidang uroginekologi. Kasus-kasus tadi banyak terjadi tapi masyarakat malu, padahal penting,” ucapnya.

Kolaborasi ini untuk menggabungkan metode atau teknik operasi baru di Indonesia.

“Pentingnya kolaborasi dengan dunia luar. Kami bisa bertukar pengalaman, teknik baru operasi, biar tidak hanya maju di dalam negeri,” tambahnya.

Sementara, Prof Jittima Manonai Bartlett, MD, MHM mengaku standar penanganan gangguan panggul sama. Tapi, ada metode yang bisa diajarkan yaitu kursi magnetik dan laser.

“Saya pikir kami punya penanganan standar tapi ada metode, kursi magnetik, laser, dan sebagainya,” tandasnya.(lta/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Rabu, 12 Februari 2025
28o
Kurs