
Tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan membacakan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terkait dakwaan suap dan perintangan penyidikan.
Dalam dokumen setebal 131 halaman yang berjudul Menolak Pembungkaman Politik dengan Dalih Pemberantasan Korupsi, tim hukum mengkritisi berbagai aspek proses hukum yang dianggap tidak sah dan melanggar hak asasi manusia
Salah satu poin utama yang disampaikan oleh tim kuasa hukum adalah ketidaksahan Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto.
Mereka berpendapat bahwa tanda tangan pada surat tersebut tidak sah karena KPK tidak lagi memiliki kewenangan setelah UU KPK diubah menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019.
“Maka, proses penyidikan ini harus dianggap batal demi hukum, termasuk penuntutan dan pemeriksaan di persidangan,” ujar Annisa Eka Fitria Ismail, salah satu pengacara Hasto dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Annisa juga mempertanyakan keabsahan proses penyidikan yang berlangsung tanpa tahapan penyelidikan.
“Apakah KPK dapat melanjutkan penyidikan tanpa melalui proses penyelidikan yang sah?” Kata Annisa.
Hal ini berkaitan dengan Putusan Perkara Nomor 18/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst yang menyatakan bahwa Hasto tidak pernah disebut sebagai pelaku dalam tindak pidana suap bersama dengan Saeful Bahri dan Harun Masiku.
Lebih lanjut, Febri Diansyah, anggota tim kuasa hukum lainnya, menyoroti ketidakberesan dalam pemanggilan saksi. Menurutnya, 13 saksi yang dihadirkan merupakan mantan penyidik KPK, yang disebut tidak memenuhi syarat untuk dijadikan saksi verbalisan dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Erna Ratnaningsih, juga pengacara Hasto, menambahkan bahwa hak terdakwa untuk menghadirkan ahli yang meringankan dalam penyidikan diabaikan, padahal hal tersebut sudah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam eksepsinya, tim hukum Hasto juga mengkritisi dakwaan jaksa penuntut umum yang dianggap tidak cermat.
Mereka menilai bahwa dakwaan tersebut tidak mencantumkan dengan jelas siapa penerima suap dalam kasus yang melibatkan Hasto Kristiyanto, mengingat bahwa nama terdakwa tidak pernah disebut sebagai pemberi suap dalam perkara Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina.
Maqdir Ismail, salah satu pengacara Hasto, mengakhiri eksepsi dengan harapan agar majelis hakim dapat melihat permasalahan ini dengan bijaksana dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
“Kami memohon kepada majelis hakim untuk memberikan keadilan hukum yang seadil-adilnya,” pungkasnya.(faz/iss)