Suhu laut mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2024, sebuah studi baru telah mengonfirmasi, menandakan percepatan laju perubahan iklim.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Advances in Atmospheric Sciences itu mengungkapkan, suhu permukaan dan laut dalam mencapai rekor tertinggi pada tahun 2024, melampaui semua rekor sebelumnya sejak akhir abad ke-19.
Dipimpin oleh tim ilmuwan multinasional, studi tahunan ini menyoroti peran penting lautan dalam mengatur iklim Bumi. Meliputi lebih dari 70 persen permukaan planet, lautan menyerap sebagian besar kelebihan panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca. Panas yang diserap ini memengaruhi pola cuaca global, kenaikan permukaan laut, dan ekosistem laut.
“Lautan adalah termostat planet ini,” kata Cheng Lijing peneliti utama di Institut Fisika Atmosfer (IAP) Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok.
“Memahami kandungan panas lautan sangat penting untuk memprediksi perubahan iklim di masa mendatang dan dampaknya,” imbuhnya
Dilansir dari Antara, studi tersebut menemukan bahwa peningkatan kandungan panas laut selama tahun 2023-2024 setara dengan 140 kali lipat produksi listrik global pada tahun 2023. Jumlah energi panas yang sangat besar ini memiliki implikasi yang mendalam bagi kehidupan laut dan masyarakat pesisir.
Meningkatnya suhu laut menyebabkan gelombang panas laut, pemutihan karang, dan kenaikan permukaan laut. Selain itu, lautan yang lebih hangat meningkatkan kelembapan atmosfer, yang menyebabkan badai yang lebih dahsyat dan peristiwa cuaca ekstrem seperti badai topan dan topan.
Studi ini juga mengungkap variasi regional dalam pemanasan laut. Samudra Atlantik, Laut Mediterania, dan Samudra Selatan mengalami pemanasan yang signifikan, sementara Samudra Pasifik menunjukkan pola yang lebih kompleks yang dipengaruhi oleh siklus El Niño-Southern Oscillation (ENSO).
Perubahan ini memiliki konsekuensi yang luas. Misalnya, peningkatan penguapan dari lautan yang menghangat menyebabkan lebih banyak kejadian hujan ekstrem dan kekeringan di berbagai wilayah. Selain itu, kemampuan lautan untuk menyerap karbon dioksida, gas rumah kaca utama, berkurang karena suhu yang menghangat, yang selanjutnya mempercepat perubahan iklim.
Temuan dari studi ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi dampak perubahan iklim. Seiring dengan terus menghangatnya lautan, risiko terhadap masyarakat manusia dan ekosistem alam akan terus meningkat. (ant/saf/iss)