Selasa, 11 Februari 2025

Sambut Baik Program Swasembada Pangan, Ahli Pertanian: Kita Negara Agraris Kenapa Harus Impor?

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Pekerja memanen jagung di Desa Alasmalang, Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin (6/11/2023). Harga jagung ditingkat petani naik dari Rp5.000 menjadi Rp6.500 per kilogram akibat permintaan bahan baku pakan ternak meningkat. Foto: Antara Pekerja memanen jagung di Desa Alasmalang, Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin (6/11/2023). Harga jagung ditingkat petani naik dari Rp5.000 menjadi Rp6.500 per kilogram akibat permintaan bahan baku pakan ternak meningkat. Foto: Antara

David Hermawan Ahli Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjabarkan beberapa catatan penting untuk mendukung swasembada atau ketahanan pangan Indonesia yang banyak digaungkan di era pemerintahan Prabowo Subianto Presiden RI.

Ada beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan. Di antaranya seperti membuka tujuh hektare lahan di Merauke untuk sawah, kemudian menanami lahan-lahan tidur atau lahan yang biasanya digunakan untuk usaha tani, tetapi sudah dua tahun tidak digunakan.

Anggota Dewan Pembina Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Pertanian Swasta Indonesia itu menyambut baik langkah-langkah tersebut, apalagi menurutnya selama ini pemerintah cenderung mengambil kebijakan impor untuk menutup kebutuhan pangan tersebut, seperti gandum, kemudian jagung, dan yang terakhir adalah beras.

“Karena masalah iklim dan cuaca, Indonesia 100 persen mengimpor gandum dari luar negeri. Jagung dan beras adalah dua bahan pokok yang bisa ditanam sendiri di Indonesia, akan tetapi masih melakukan impor untuk kedua bahan pokok tersebut,” ujar David dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (10/2/2025).

“Nah ini barangkali yang paradoks (penyimpangan) yang dipikir oleh presiden kita ini, kenapa kita ini negara agraris bisa impor semua? (Padahal) dalam sisi swasembada, ada dua yang dikerjakan pemerintah yaitu menanam dan membuka lahan,” imbuhnya.

Di sisi lain, dia juga menekankan pentingnya pupuk dan pestisida dalam membantu mewujudkan ketahanan pangan. Namun upaya tersebut akan sulit ketika tidak didukung dengan akselerasi.

“Selain dari benih, untuk pertanian juga membutuhkan irigasi, musim, dan yang paling penting adalah pupuk. Tetapi kini pupuk di dunia sedang mengalami krisis karena hanya beberapa negara saja yang bisa memproduksi pupuk,” ujarnya.

Menurutnya menjadi tantangan ketika Indonesia menginginkan untuk menanam sebuah bahan pokok seutuhnya tanpa melakukan impor, tapi tidak didukung dengan koorporasi yang belum menggunakan teknologi tinggi, sehigga belum integrated farming untuk mempercepat penyediaan pangan.

Sebagai negara yang sangat bergantung pada sektor pertanian, Indonesia harus bergerak menuju model pertanian yang berkelanjutan untuk mencapai ketahanan pangan yang lebih baik di masa depan.

Dengan inovasi teknologi, kebijakan yang mendukung dan pemberdayaan petani dapat membangun pertanian yang tidak hanya produktif tetapi juga ramah lingkungan dan menguntungkan bagi seluruh masyarakat.

Karenanya, David mengungkapkan salah satu hal yang dapat membantu mewujudkan hal tersebut adalah ketika pers turut menyoroti kondisi pangan di Indonesia. Ia menyebut bahwa moralitas pemerintah dan pengusaha dapat dikontrol oleh pers, terutama dalam integrasi teknologi.

Apalagi, kini ketahanan pangan juga masuk dalam tema Peringatan Hari Pers Nasional 2025 yakni “Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa.”

Dia menjelaskan, dalam proses pembangunan berkelanjutan menggunakan konsep pentahelix yang melibatkan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, komunitas, dan juga media. Dalam hal ini media memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi kepada khalayak luas.

“Tanpa pers hal tersebut sulit untuk diwujudkan,” ujarnya. (nis/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Selasa, 11 Februari 2025
27o
Kurs