Selasa, 28 Januari 2025

Refleksi Isra Miraj 1446 H: Salat dan Penguatan Moralitas dalam Kehidupan Modern

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi menjalankan ibadah salat. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Isra Miraj adalah peristiwa besar dalam sejarah umat Islam yang diperingati setiap tahun pada 27 Rajab. Pada tahun ini, Isra Miraj 1446 Hijriyah yang jatuh pada tanggal 27 Januari 2025 memberikan banyak pelajaran spiritual, moral, dan sosial bagi umat manusia.

Peristiwa Isra Miraj bukan hanya sekadar memperingati perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsa di Palestina, dilanjutkan menuju Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Tetapi, peringatan Isra Miraj juga sebagai momentum penting dalam sejarah Islam dengan diturunkannya perintah salat lima waktu.

Prof. Dr. M. Mas’ud Said, Wakil Ketua MUI Jawa Timur (Jatim) sekaligus Guru Besar Ilmu Pemerintahan UNISMA, mengatakan salah satu inti utama dari peristiwa Isra Miraj adalah penerimaan perintah salat oleh Nabi Muhammad SAW.

Salat yang awalnya diwajibkan sebanyak 50 rakaat, kemudian dikurangi menjadi lima kali sehari dengan tetap membawa nilai yang besar. Salat bukan hanya sekadar ibadah formal, namun refleksi dari keimanan dan moralitas yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Salat yang paling baik, apabila setelah salat kita menjadi pribadi yang baik bagi orang lain, bagi keluarga, bagi teman, saudara, bangsa, organisasi, dan lembaga,” ujar Prof. Mas’ud kepada Radio Suara Surabaya, Senin (27/1/2025) pagi.

Beliau menekankan bahwa salat sebagai tiang agama tidak hanya melambangkan hubungan vertikal antara manusia dan pencipta, tapi juga mengokohkan hubungan horizontal antar manusia, di mana disiplin dalam menjalankan ibadah salat harus tercermin dalam kehidupan sosial.

“Setelah salat, kita harus menunjukkan akhlak yang baik, tidak merusak, tidak menipu, dan harus mendukung hal-hal baik yang telah digariskan oleh masyarakat dan agama,” tambahnya.

Sementara dalam konteks kehidupan modern, Prof. Mas’ud juga mengajak umat untuk memaknai peristiwa Isra Miraj sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas spiritualitas sekaligus profesionalitas.

“Kita semua di Indonesia, terutama generasi muda, harus mampu memadukan spiritualitas dengan profesionalitas. Dengan demikian, kita akan menemukan Indonesia sebagai negara yang maju dan diberkahi,” tuturnya.

Peristiwa Isra Miraj menurutnya juga mengajarkan umat mempercepat pencapaian cita-cita spiritual dan duniawi melalui lompatan-lompatan besar atau “quantum leap“.

Dalam hal ini, Wakil Ketua MUI Jatim itu mencontohkan bagaimana para tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi hingga tokoh-tokoh lokal seperti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Presiden ke-4 RI mampu menggabungkan antara keimanan, moralitas, dan tindakan nyata untuk perubahan sosial yang lebih baik.

My religion is not my speaking, my religion is my morality. Agama saya bukanlah apa yang saya katakan, tapi agama saya adalah moralitas saya. Di dalam bahasa arab dikatakan dini ahlaki, sama pula my religion is my morality. Maka seluruh jabatan, seluruh sebutan-sebutan duniawiah, kekayaan, ketenaran, kepintaran, tidak ada artinya kalau akhlak kita tidak mencerminkan agama kita,” kata Prof. Mas’ud.

Terakhir, Prog Mas’ud mengajak umat untuk memaknai Isra Miraj sebagai landasan spiritual untuk membangun peradaban yang penuh rahmat dan keberkahan.

“Isra Miraj mengajarkan kita untuk memperkuat iman melalui salat lima waktu, serta mempercepat pencapaian cita-cita dengan akhlak yang baik dan tindakan nyata,” pungkasnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Selasa, 28 Januari 2025
24o
Kurs