![](https://www.suarasurabaya.net/wp-content/uploads/2025/02/meninggal-mendadak-170x110.jpeg)
Tim hukum Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) menyesalkan putusan hakim praperadilan di PN Jaksel pada Kamis (13/2/2025) ini, yang dimohonkan dengan tergugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Todung Mulya Lubis Juru Bicara Tim Kuasa Hukum menyebut seluruh tim hukum Hasto akan rapat menentukan langkah lanjutan menyikapi putusan hakim yang dangkal untuk tidak menerima gugatan.
Diketahui, tim hukum Hasto terdiri dari Todung, Ronny Talapessy, Maqdir Ismail, Patra M Zein, Erna Ratnawati, dan Alvon Kurnia Palma.
“Namun, this is not the end, this is not the end, perjuangan untuk menegakkan hukum dan keadilan adalah kewajiban yang ada pada pundak kita semua dan kami akan melakukan apa yang biss kami lakukan, tetapi apa yang kami lakukan akan kami rumuskan, akan kami diskusikan bersama,” kata Todung.
Lebih lanjut, Todung mengatakan pihaknya tak bisa menutupi rasa kecewa atas putusan yang tak menerima gugatan Sekjen PDIP.
“Kami harus mengatakan bahwa kami kecewa dengan putusan praperadilan yang telah dibacakan,” katanya.
Diketahui, Djuyamto hakim tunggal PN Jakarta Selatan memutuskan tidak menerima praperadilan yang dimohonkan Hasto Kristiyanto Sekjen PDIP.
Djuyamto dalam amar putusan beralasan, permohonan praperadilan Hasto tidak diterima karena gugatan seharusnya dilayangkan dua, bukan satu. Sebab ada dua sprindik KPK menyangkut masalah tersebut. Yakni suap berkaitan pergantian antarwaktu Harun Masiku serta perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Todung mengaku tidak melihat alasan yang mengandung pertimbangan hukum ketika hakim Djuyamto tidak menerima praperadilan yang dimohonkan Hasto.
“Kami sangat menyayangkan bahwa kami tidak menemukan pertimbangan hukum atau legal reasoning yang meyakinkan untuk bisa memahami kenapa praperadilan itu ditolak,” katanya.
Todung pun menyinggung soal gugurnya keadilan atau miscarriage of justice menyikapi alasan hakim tak menerima praperadilan yang dimohonkan Hasto.
“Buat saya, ini adalah suatu yang disebut sebagai miscarriage of justice. Saudara tahu apa itu miscarriage of justice, bukan? Miscarriage berarti keguguran, jadi keadilan yang digugurkan, peradilan sesat,” katanya.
Todung mengatakan tim hukum Hasto memohonkan praperadilan untuk menguji abuse of power dan pelanggaran-pelanggaran oleh KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka.
“Sebab, sangat telanjang di depan mata kita, pelanggaran itu dilakukan. Tuduhan bahwa Hasto Kristiyanto melakukan obstruction of justice, itu tuduhan yang hampa, tidak berdasar sama sekali. Hasto Kristiyanto itu sangat kooperatif,” katanya.
Terlebih lagi, kata Todung, tuduhan KPK saat menetapkan Hasto sebagai tersangka terkait suap pergantian antarwaktu Harun Masiku tidak punya dasar hukum.
“Tuduhan bahwa Hasto Kristiyanto terlibat dalam pemberian hadiah dalam kasus Wahyu Setiawan, itu pun tidak ada dasarnya. Mengapa? Karena putusan itu sudah inkrah lima tahun yang lalu, dan Hasto Kristiyanto sama sekali tidak terlibat, sama sekali tidak disebut sebagai pihak yang memberikan atau memfasilitasi suap,” ujarnya.
Todung menyebut isu kesewenangan hukum dan penerapan tidak berdasar sebenarnya menjadi pokok permohonan praperadilan Hasto.
Namun, dia merasa kecewa hakim tidak sama sekali menyentuh dua hal tersebut dalam amar putusan saat tidak menerima praperadilan Hasto.
“Namun, apa yang terjadi? Kami justru mendapatkan putusan yang dangkal. Ini bukan pendidikan hukum, ini pembodohan hukum. Saya harus mengatakan demikian,” katanya.
“Kami tidak mengharapkan putusan yang dangkal semacam ini. Publik juga menginginkan putusan dengan legal reasoning yang sangat meyakinkan, dan itu tidak kami temukan,” ujar dia. (faz/ham)