Senin, 3 Februari 2025

PPDB Jadi SPMB Disebut Hanya Sekedar Ganti Nama, Tanpa Perubahan Sistem

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Suasana pelayanan PPDB di Dewan Pendidikan Jatim, Surabaya, Selasa (28/5/2024). Foto: Risky suarasurabaya.net

PPDB resmi berganti nama menjadi SPMB mulai 2025! Selain perubahan nama, ada pembaruan dalam jalur penerimaan di semua jenjang.

Empat jalur utama di SPMB 2025 mencakup domisili, prestasi, afirmasi, dan mutasi. Syarat usia dan kelulusan tetap menjadi pertimbangan utama bagi calon murid SD, SMP, dan SMA/SMK.

Menurut Abdul Mu’ti Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), perubahan ini bertujuan memberikan kepastian pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara.

Ubaid Matraji Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) memberikan pandangannya terkait soal ini.

Menurutnya, perubahan nama dari PPDB menjadi SPMB, serta perubahan istilah seperti “zonasi” menjadi “domisili”, tak serta-merta membawa perubahan signifikan dalam sistem penerimaan siswa.

Ubaid menambahkan bahwa jalur penerimaan pun masih sama, yaitu melalui empat jalur: domisili, prestasi, afirmasi, serta mutasi.

“Kalau menurut saya, secara sistem tidak ada perubahan, hanya teknis istilah itu saja,” terang Ubaid Matraji dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Senin (3/2/2025) pagi.

Ubaid Matraji mengatakan, perubahan ini belum menjajawab masalah-masalah yang ada selama ini. Menurutnya, selama tidak ada perubahan sistem yang mendasar, praktik manipulasi Kartu Keluarga (KK), nilai rapor, dan sertifikat prestasi palsu masih akan tetap terjadi.

Ia menyebut bahwa hak untuk sekolah sama dengan hak memilih dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu). Keduanya sama-sama dilindungi oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Oleh karena itu, sistem penerimaan siswa seharusnya dibuat seperti pemilihan umum. Negara seharusnya dapat memastikan jumlah tempat pemungutan suara (TPS) seimbang dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT).

“Jika kita baca UUD 1945, semua anak punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Pemerintah punya program wajib belajar 13 tahun. Tapi ini jumlah sekolahnya sama calon muridnya, lebih banyak calon muridnya. Kira-kira apa tidak chaos?” sebut Ubaid.

Ubaid juga menekankan pentingnya pelibatan sekolah swasta dan pemerintah daerah dalam sistem SPMB. Ia mengusulkan agar pemerintah daerah memiliki program untuk menyiapkan sekolah swasta sebagai bagian dari solusi kekurangan daya tampung sekolah negeri.

Sesuai dengan UUD 1945, lanjut Ubaid, pemerintah wajib menyediakan pendidikan. Apabila jika daya tampung sekolah negeri kurang, pemerintah daerah dapat melibatkan sekolah swasta untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

JPPI juga berharap perubahan dari PPDB menjadi SPMB ini dapat menjadi langkah awal menuju sistem pendidikan yang lebih baik dan inklusif.

Namun, ia mengingatkan bahwa perubahan nama saja tidak cukup. Perubahan sistem yang mendasar dan komitmen dari semua pihak terkait juga diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. (saf/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Senin, 3 Februari 2025
30o
Kurs