Kamis, 20 Maret 2025

Polling Suara Surabaya: Masyarakat Setuju Koruptor Dihukum Mati untuk Beri Efek Jera

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Ilustrasi - Ogoh-ogoh manusia berkepala tikus perlambang koruptor. Foto: Dokumen suarasurabaya.net

Terkuaknya kasus korupsi dalam jumlah besar dan merugikan negara, membuat ST Burhanudin Jaksa Agung berharap agar koruptor mendapat hukuman lebih berat yakni, hukuman mati.

Namun dalam pelaksanaannya, pemberian vonis hukuman mati pada pelaku korupsi, masih sangat bergantung pada jalannya proses persidangan.

“Kejaksaan Agung sempat menuntut hukuman mati terhadap Benny Tjokrosaputro terdakwa kasus korupsi PT Asabri. Tapi pada saat itu, hakim menjatuhkan putusan nihil karena Benny sudah dihukum seumur hidup, dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Padahal kerugian negara sampai Rp22,7 triliun,” terangnya.

Sementara itu, Prabowo Subianto Presiden RI berencana membangun penjara khusus koruptor di pulau terpencil. Penjara terisolasi ini dinilai penting untuk memastikan para koruptor, tidak bisa kabur dari hukuman.

Presiden berkomitmen menciptakan terobosan baru untuk memberik efek jera pada para koruptor. Menurutnya, koruptor tidak layak ada di Indonesia.

“Kalaupun harus dihukum penjara, hukuman itu perlu dipastikan membuat mereka tidak bisa menghindarinya. Salah satunya dengan membuat penjara khusus di sebuah pulau terpencil,” ungkapnya.

Menurut Anda, mana yang lebih menimbulkan efek jera, dihukum mati atau diasingkan dan dimiskinkan?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (20/3/2025) pagi, masyarakat mayoritas setuju koruptor dihukum mati untuk memberikan efek jera.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 62 persen peserta polling atau 240 voters menyatakan setuju dengan hukuman mati untuk koruptor. Sedangkan 38 persen atau 150 voters menyatakan lebih baik koruptor dimiskinkan dan diasingkan.

Iqbal Feliciano Pakar Hukum Pidana Unair mengatakan, dia lebih memilih di antara hukuman mati dan dimiskinkan serta diasingkan.

Dia melanjutkan, dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tipikor, memang memungkinkan pelaku korupsi untuk dihukum mati dalam kondisi tertentu seperti, bencana alam.

“Menurut saya, hukuman mati belum tentu bisa memberikan efek jera pada pelaku korupsi. Karena tidak ada korelasi kuat antara hukuman mati bisa menjerakan koruptor,” terangnya.

Iqbal memberikan contoh negara yang menerapkan hukuman mati untuk pelaku korupsi seperti, China. Dalam indeks prestasi korupsi, China masih masuk dalam lima besar.

“Sementara Denmark yang tidak menerapkan hukuman mati, angka korupsinya terendah. Artinya kan tidak ada hubungan antara hukuman mati dan efek jera korupsi,” ungkapnya.

Maka dari itu, lanjut Iqbal, harus diterapkan yang namanya proporsionalitas pemidanaan.

Iqbal beralasan, proporsionalitas pemidanaan ini perlu dilakukan karena di lapangan terdapat perkembangan dari pelaksanaan praktik korupsi.

“Seperti menggunakan korupsi sebagai alat politik. Itu adalah masalah baru yang saat ini kita hadapi. Makanya, semua harus berhati-hati dan dilakukan secara proporsional,” jelasnya.

Sementara kalau diasingkan, kata Iqbal, hal itu tidak bisa menjamin. Terlebih pemerintah akan membuat lapas khusus koruptor.

“Siapa yang bisa jamin kalau lapas terpisah itu tidak menjadi free pass untuk koruptor?” tanyanya.

Iqbal melanjutkan, kalau pelaku korupsi dimiskinkan, ini perlu dihitung secara proporsional.

“Dalam konteks ini, dia harus bisa mengganti seluruh akibat yang dia lakukan. Tidak cuma kerugian negara tapi dampak yang dia lakukan. Menurut saya ini juga memberikan efek jera,” tuturnya.

Mengenai pemberian hukuman bagi pelaku korupsi, Iqbal berharap pemerintah bisa membenarkan UU hingga membuat sistem yang lebih baik.

“Yang paling penting, segera rumuskan UU perampasan aset,” tandasnya.(kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Belakang Suroboyo Bus

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Surabaya
Kamis, 20 Maret 2025
28o
Kurs