
Abdul Mu’ti Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) akan mengembalikan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA mulai tahun ajaran 2025/2026.
Tuti Budirahayu Sosiolog Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) mengatakan, kebijakan tersebut akan mengembalikan lagi stigma bahwa murid dengan jurusan IPA lebih unggul dibanding IPS dan Bahasa.
“Kalau mengembalikan IPA, IPS dan Bahasa ya mengotak-kotakan di situ lagi, jadi stigma itu lagi,” katanya saat dihubungi suarasurabaya.net, Selasa (15/4/2025).
Pengembalian sistem jurusan di tingkat SMA, juga membuat murid IPS dan Bahasa tidak memiliki peluang yang sama besarnya dengan murid IPA dalam tes masuk ke Perguruan Tinggi.
“Ilmu-ilmu eksakta dianggap jauh lebih pionir dibandingkan ilmu-ilmu sosial, apalagi bahasa. Padahal semua ilmu itu dibutuhkan. Kalau tidak ada ilmu sosial, tidak ada bahasa, kita tidak punya kepekaan,” jelasnya.
Guru Besar di Departemen Sosiologi FISIP Unair itu mengatakan, bahwa bukan hanya ilmu eksakta seperti matematika, kimia dan fisika saja yang penting, tetapi ilmu sosial dan bahasa juga penting, untuk mempelajari hukum, politik sampai sosiologi.
“Artinya, kalau kita anak-anak itu diberi keleluasaan untuk mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya, bisa saja senang sosiologi atau antropologi tapi juga ingin belajar biologi, ya itu kan tidak apa-apa. Nah, itu yang harusnya dipersiapkan,” ucapnya.
Namun, yang juga menjadi persoalan saat ini adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana pra-sarananya. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa seharusnya pemerintah melalui Mendikdasmen bisa menyediakan hal tersebut.
Ia meminta, agar Mendikdasmen mengkaji ulang soal rencana pengembalian jurusan di tingkat SMA tersebut.
Seharusnya, kata dia, Mendikdasmen mempelajari terlebih dahulu sistem yang sudah berjalan saat ini, kemudian melihat bagaimana benefit dan dampaknya terhadap pendidikan di Indonesia. Sehingga, ada evaluasi yang menyeluruh dalam perjalanannya.
“Kebijakan yang kemarin itu kan sudah diluncurkan yang menghapus IPA IPS, itu dijalankan dulu, kemudian perlahan-lahan dievaluasi. Tidak kemudian tiba-tiba dikembalikan lagi, jadi yang bingung itu banyak orang,” katanya.
Seperti diketahui, kebijakan Mendikdasmen untuk mengembalikan sistem penjurusan di SMA itu, akan menggantikan sistem fleksibel Kurikulum Merdeka yang baru dijalani tahun ajaran 2024/2025. (ris/saf/ipg)