
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan tetap fokus pada optimalisasi sistem kerja dan pengelolaan keuangan untuk menanggapi kebijakan efisiensi Pemerintah Pusat.
Irvan Wahyudrajad Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya menyebut strategi ini sebetulnya sudah diterapkan sejak masa pandemi Covid-19 lalu, dan menjadi bagian dari cara Surabaya mengelola anggaran secara efektif dan efisien. Sehingga, dampaknya tidak akan terlalu terasa.
“Kita kan banyak belajar termasuk benar-benar menyusun anggaran supaya efektif, efisien dan berdampak kepada masyarakat. Sebenarnya bukan efisiensi dalam konteks pemotongan anggaran, tapi bagaimana efisiensi sistem kerja kita berbasis smart governance ya, jadi pola kerja kita itu harus smart, jadi smart ini bagaimana tepat sasaran, tepat guna dan sebagainya sehingga menghasilkan efektivitas pembangunan daerah,” ujar Irvan waktu mengisi program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (28/2/2025).
Dia memastikan, strategi itu tidak akan mengurangi kualitas pelayanan publik, perawatan jalan, dan sektor prioritas lainnya seperti pendidikan dan kesehatan yang menurutnya merupakan prioritas belanja wajib.
Kepala Bappedalitbang Surabaya itu membeberkan, di APBD 2025 yang sebesar Rp12,1 triliun, dianggarkan Rp8,7 untuk belanja wajib mandatori seperti pendidikan dan kesehatan yang tidak mungkin dipangkas
“Termasuk kemiskinan, stunting, beasiswa dan sebagainya itu tidak akan mungkin terpotong. Sementara Rp3,5 triliun (sisanya) itu adalah belanja prioritas yang kita bisa pilih misalnya banjir, perbaikan kampung, MCU (medical check up) dan sebagainya,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk anggaran belanja prioritas, pemerintah kota tetap mengutamakan proyek-proyek infrastruktur yang berdampak langsung pada masyarakat. Salah satunya adalah penanggulangan banjir, perbaikan kampung, serta pembangunan fasilitas umum lainnya.
“Jadi Pak (Eri Cahyadi) Wali Kota itu ingin di 2026 itu semua tuntas. Masalah di kampung apakah itu saluran, kemudian paving, jalan lingkungannya, kemudian PJU (penerangan jalan umum)-nya, balai RW-nya, jadi semua sudah harus selesai di 2026 sampai 2030, yaitu kita berfokus pada pembangunan skala kota,” terang Irvan.
Sementara itu Wiwiek Widayati, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Surabaya, menambahkan efisiensi dilakukan dalam hal perjalanan dinas dan kegiatan seremonial.
Menurutnya, Pemkot telah menerapkan mekanisme tata kelola keuangan yang sangat stabil, sehingga perjalanan dinas yang dianggap tidak prioritas dapat dialihkan ke pertemuan daring.
“Kalau ada rapat yang bisa dilakukan secara daring, kami upayakan untuk tidak perlu melakukan perjalanan dinas. Ini sudah menjadi kebiasaan di Surabaya sejak pandemi,” jelasnya.
Namun, ia menegaskan bahwa efisiensi ini tidak mengurangi efektivitas pelayanan maupun apresiasi terhadap masyarakat yang telah berperan aktif dalam pembangunan kota.
Selain mengelola anggaran secara efisien, Pemerintah Kota Surabaya juga berupaya mengoptimalkan aset daerah agar tidak ada aset yang ‘tidur’ dan bisa dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan.
Wiwiek menjelaskan bahwa pihaknya terus mengupayakan agar aset-aset daerah dapat dikelola secara produktif untuk menambah pendapatan kota.
“Kami berusaha mengoptimalkan aset daerah agar tidak ada yang idle. Aset tersebut harus bisa menghasilkan dan menghidupi kota. Ke depan, kami akan terus melakukan optimasi aset ini agar lebih produktif,” ungkap Wiwiek. (bil/ipg)