Pemerintah Indonesia telah melakukan penyesuaian terhadap batas usia pensiun bagi pekerja. Mulai tahun ini, usia pensiun ditetapkan menjadi 59 tahun, naik dari sebelumnya 56 tahun.
Perubahan tersebut mengacu pada ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Sebelumnya, usia pensiun secara bertahap dinaikkan setiap tiga tahun sekali hingga mencapai 65 tahun.
Dengan perpanjangan usia pensiun ini, pekerja memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengumpulkan dana pensiun yang cukup.
Bagi pekerja yang telah mencapai usia pensiun 59 tahun namun masih ingin bekerja, mereka memiliki opsi untuk menunda penerimaan manfaat pensiun hingga maksimal tiga tahun setelah usia pensiun.
Abdul Aziez Konsultan Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan Produktivitas di NLP Consult Indonesia menyebut bahwa penyesuaian usia pensiun ini sebenarnya tidak sepenuhnya baru.
“Kalau mengikuti aturan yang ditetapkan pada 2015, kebijakan ini sudah ada, hanya saja setiap tiga tahun ada penetapan baru lagi,” ujar Aziez dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (8/1/2025).
Menurut Aziez, perubahan ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dalam perspektif pembuat aturan dan pihak yang terkena aturan tersebut.
Menurutnya, aturan ini berhubungan dengan BPJS Ketenagakerjaan, yang menyediakan jaminan pensiun bagi pekerja. Namun, Aziez menekankan untuk mencairkan dana pensiun, seorang pekerja harus mencapai usia pensiun yang telah ditentukan.
Jika seorang pekerja belum mencapai usia pensiun yang ditetapkan, maka dana pensiun tersebut tidak bisa dicairkan. Meski begitu, terdapat kesempatan untuk menambah nominal dana pensiun jika pekerja memilih untuk menunda pencairan.
“Bagi karyawan, meski berhenti bekerja dan tidak membayar iuran, jaminan hari tua tetap akan bertambah selama masa tunggu,” jelasnya.
Dari sisi negara, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah pensiunan dalam jangka pendek, karena masa pensiun akan ditunda beberapa tahun. Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban anggaran negara dalam menyediakan dana pensiun bagi pekerja yang lebih muda.
Pekerja ASN (Aparatur Sipil Negara) sudah terikat dengan aturan ini, sementara di sektor swasta terdapat fleksibilitas terkait usia pensiun.
Untuk pekerja swasta, baik PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) maupun PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), usia pensiun bisa bervariasi tergantung pada ketentuan perusahaan masing-masing, baik Peraturan Perusahaan maupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Namun, ada aturan umum yang menjadi acuan, terutama terkait jaminan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan usia pensiun.
“Ada keleluasaan untuk pekerja swasta, tetapi ASN sudah terikat dengan aturan ini. Rujukan utama aturan ini adalah untuk memastikan jaminan pensiun, tanpa ada konsekuensi hukum yang signifikan bagi pekerja yang pensiun lebih awal,” tambah Aziez.
Perusahaan swasta yang merujuk pada aturan yang ada, jika serikat pekerja menginginkan adanya peningkatan usia pensiun, maka perundingan antara kedua belah pihak akan dilakukan untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Abdul Aziez juga menyentuh isu produktivitas pekerja menjelang pensiun. Menurutnya, di beberapa perusahaan, terutama yang beragam jenis industrinya, usia pensiun tidaklah tunggal. Selain itu, setiap jenis pekerjaan memiliki aturan usia pensiun yang berbeda, tergantung pada tugas dan tanggung jawab pekerja.
Namun, Aziez juga menambahkan bahwa secara umum, perusahaan tetap bertanggung jawab untuk memaksimalkan dan mengoptimalkan potensi karyawan, bahkan menjelang masa pensiun.
Terutama, perusahaan harus menjalankan kewajiban untuk melakukan upskilling atau pelatihan ulang agar produktivitas pekerja dapat tetap optimal.
“Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, perusahaan wajib memberikan pelatihan dan sertifikasi kepada karyawan, termasuk mereka yang menjelang pensiun,” ujarnya. (saf/iss)