
Rentetan teror yang dialami Majalah Tempo merupakan ancaman serius bagi kebebasan pers sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tak hanya mengancam kerja-kerja jurnalistik media, teror yang dialami wartawan Majalah Berita Mingguan ini juga bisa merusak sendi-sendi demokrasi di Indonesia.
“Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyesalkan hal ini. Ini model komunikasi yang justru akan menunjukkan kerendahan kualitas bangsa kita. Bangsa yang beradab akan menjunjung tinggi akal budi dengan segala keanekaragamannya,” kata Rumadi Ahmad Ketua PBNU di Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Sebelumnya, Rabu (19/3/2025) MBM Tempo menerima paket berisi kepala babi tanpa telinga. Paket ditujukan untuk Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik.
Tiga hari berselang atau Sabtu (22/3/2025) kantor Tempo kembali mendapat paket yang diduga ancaman dari pihak tak dikenal. Kali ini paket berisi enam bangkai tikus dengan kepala terpenggal yang ditumpuk dengan badannya di dalam kotak.
Menurut Rumadi, jurnalis dan pers adalah pilar penting demokrasi. Ia menjadi alat kontrol yang efektif. Karenanya, berbagai teror yang terjadi jelas merupakan serangan secara langsung yang mengancam demokrasi secara serius.
“Sebenarnya, aneka kritik atas kebijakan sepatutnya tidak dilihat sebagai ancaman, tapi justru sebagai kontrol yang menyehatkan demokrasi. Media sebagai salah satu pilar negara demokrasi tetap harus dijaga marwahnya,” kata dia.
Karenanya, mantan Deputi III Kantor Staf Presiden ini meminta agar cara-cara kotor seperti itu dihentikan, karena tidak akan membawa kemaslahatan apapun. Jika tidak, kata dia, demokrasi yang kita bangun dengan susah payah akan rusak.
Rumadi juga meminta, agar aparat keamanan, terutama Polri, bekerja dengan cepat dan mengungkap siapa dalang di balik itu semua. Hal ini penting untuk mengembalikan rasa aman masyarakat.
“Pelaku juga harus ditindak tegas,” ujarnya.(faz).