
Pakar menyebut konsep Sponge City bisa dijadikan strategi dalam mitigasi banjir di kota besar, termasuk Surabaya.
Timoticin Kwanda Dosen Arsitektur Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya mengatakan, bencana banjir tidak hanya disebabkan oleh faktor alam saja seperti hujan lebat dan angin kencang.
Struktur jalan, bangunan, dan tata lingkungan yang kurang memenuhi standar, juga dapat memperburuk keadaan saat hujan lebat dan banjir melanda.
Menurut Timoticin, banjir tidak bisa dilihat sebagai masalah terpisah atau karena disebabkan satu faktor saja.
“Banjir adalah masalah yang menyeluruh. Jika resapan air di daerah tertentu tidak dapat menampung air hujan, maka air tersebut akan mengalir ke kawasan yang lebih rendah,” terangnya, Senin (24/3/2025).
Selain hujan lebat, lanjut Timoticin, faktor air pasang laut (rob) juga bisa memerburuk banjir, terutama untuk masyarakat yang tinggal di daerah pesisir.
“Air pasang akan mengalir ke sungai dan daratan. Ketika hujan datang, sungai meluap, air hujan tidak dapat mengalir ke laut melalui sungai, maka banjir pun terjadi,” katanya.
Sehingga, lanjut Timoticin, penting juga untuk memperhatikan desain tata ruang kota dan pengelolaan saluran air. Untuk permasalahan banjir, Timoticin mengungkapkan bahwa konsep Sponge City bisa diterapkan untuk mengurangi dampak banjir.
“Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan penyerapan air hujan dengan mengutamakan elemen-elemen seperti taman terbuka, danau penampungan air hujan atau bozem, drainase yang menyerap air, dan penggunaan green roofs pada bangunan,” tambahnya.
Menurut Timoticin, Surabaya termasuk kota yang sudah menerapkan Sponge City di beberapa aspek, seperti, pembangunan bozem hingga harvesting tank di bangunan-bangunan tinggi.
Timoticin menambahkan, solusi lain yang bisa diterapkan untuk mengurangi banjir juga bisa dilakukan dengan green roofs yakni, penutupan permukaan atap dengan vegetasi atau media tumbuhan pada bangunan.
“Atap bangunan yang dirancang dengan green roofs dapat menyerap air hujan dan mengurangi jumlah air yang mengalir ke saluran drainase,” jelasnya.
Timoticin menegaskan, di tengah pesatnya pembangunan, perencanaan kota harus fokus pada penyerapan air dan pengelolaan saluran air yang efisien, selain pembangunan gedung dan jalan.
“Konsep Sponge City perlu menjadi bagian dari strategi pembangunan kota-kota besar di Indonesia. Penerapan solusi berbasis arsitektur hijau ini, seperti desain bangunan dan tata ruang yang memaksimalkan resapan air hujan, dapat membantu mengurangi dampak banjir,” tandasnya. (kir/bil/ipg)