Kurang lebih sepekan ini masyarakat dihebohkan dengan perburuan koin yang bisa ditukarkan dengan uang lewat sebuah aplikasi.
Koin-koin itu disebar di beberapa sudut kota untuk ditemukan masyarakat yang sudah mendaftarkan diri melalui sebuah aplikasi.
Prof Bagong Suyanto Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menyebut, fenomena perburuan koin bisa saja memberikan dampak buruk pada mentalitas masyarakat.
“Ini sebetulnya adalah bentuk orang mencari jalan pintas untuk mengubah nasib dan mendapatkan rezeki,” terangnya pada suarasurabaya.net, Senin (13/1/2025).
Bahkan, Prof Bagong menyebut bahwa perburuan koin yang dilakukan masyarakat adalah bentuk elementer dari praktik perjudian, namun tertutupi oleh nama sebuah program.
Menurut Prof Bagong, perburuan koin membuat masyarakat lebih memilih jalur instan dalam mencari rezeki daripada bekerja secara rasional.
Perburuan koin ini, lanjut Prof Bagong, membuat masyarakat menganggap itu sebagai cara mereka untuk mengubah nasib dan mendapatkan penghasilan.
“Nah, ini yang bahaya kalau tidak rasional. Dikhawatirkan, masyarakat tidak berpikir untuk meningkatkan kompetensi juga bekerja dalam jalur rasional. Masyarakat kita ini moderen, masa larinya ke sana (perburuan koin)?” ungkapnya.
Prof Bagong menerangkan berkembangnya fenomena perburuan koin karena kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Sehingga, beberapa masyarakat memilih mencoba peruntungan dalam berburu koin alih-alih mencari kerja.
Menurut Prof Bagong, agar masyarakat tidak terjerumus terlalu dalam, perlu dilakukan counter culture.
“Kalau ini menawarkan kemudahan seperti orang mendapatkan lotre, ya harus dicounter dengan wacana tandingan yakni, dengan menawarkan lapangan pekerjaan, pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. Itu saya kira adalah jawaban untuk mengcounter persoalan ini,” tandasnya. (kir/saf/ipg)