Jumat, 28 Februari 2025

Lestari Moedijat Tekankan Urgensi Perbaikan Tumpang Tindih Aturan Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Lestari Moerdijat Wakil Ketua MPR RI. Foto: MPR

Lestari Moerdijat Wakil Ketua MPR RI mendorong supaya tumpang tindih aturan perundang-undangan terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi segera diakhiri, dengan membuat pemetaan yang jelas.

“Karena antara peraturan satu dan lainnya jelas-jelas bertentangan. Sehingga, penting untuk menetapkan prioritas aturan mana yang krusial untuk dibenahi,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), di Ruang Rapat Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/2/2025).

Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI menegaskan, salah satu contoh tumpang tindih peraturan itu terlihat pada PP Nomor 37/2009 Pasal 26 yang merupakan turunan dari UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen.

Aturan itu menyebutkan kesempatan dosen untuk meningkatkan kompetensi disyaratkan mengikuti diklat, seminar, loka karya, serta kegiatan lainnya.

Sedangkan pada PP Nomorn49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan turunan dari UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pelaksanaan pengembangan kompetensi dosen dilakukan paling lama 24 jam pelajaran dalam satu tahun masa perjanjian kerja.

Menurut Rerie sapaan akrab Lestari, tumpang tindih aturan yang melahirkan tafsir yang beragam harus segera diperbaiki.

“Kita harus membiasakan diri untuk tidak menabrak aturan yang ada,” ucapnya.

Pada kesempatan itu, Rerie mendukung usulan MPRTNI untuk merelaksasi blokir efisiensi anggaran pada program/kegiatan prioritas, sebagai konsekuensi pelaksanaan Inpres Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Relaksasi blokir efisiensi anggaran itu, tambah dia, dapat dilakukan pada anggaran penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi seperti Bantuan Opersional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) belanja operasional, Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), bantuan Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), dan Penerimaan Negara Bukan Pajak/Badan Layanan Umum (PNBP/BLU).

Lebih lanjut, Rerie mendorong pelaksanaan efisiensi anggaran
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tetap mengacu pada ketentuan dalam Inpres Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Pada pelaksanaan otonomi perguruan tinggi, Anggota DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berharap, MRPTNI bisa memberi petunjuk yang jelas terkait sejumlah permasalahan yang dihadapi, terutama perihal sinkronisasi otonomi akademik.

Kemudian, Rerie juga meminta MRPTNI bisa memberi informasi terkait standardisasi biaya minimum dalam menentukan uang kuliah tunggal di perguruan tinggi. Dengan begitu, dia optimistis tidak terjadi lagi setoran uang kuliah diblokir.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu juga mengingatkan, saat ini cukup banyak dosen dengan keahlian tertentu akan memasuki masa pensiun.

Sehingga, perlu segera dicarikan solusi untuk menyediakan dosen pengganti setelah dosen-dosen senior itu pensiun, mengingat rumitnya persyaratan administrasi untuk menjadi dosen yang dinilai memenuhi kompetensi.

“Bila dampak kondisi itu tidak segera diantisipasi, nasib keberlanjutan belajar para mahasiswa jadi tidak jelas,” tandasnya. (rid/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Jumat, 28 Februari 2025
26o
Kurs