Minggu, 13 April 2025

KI Pusat Minta Kemenkes Harus Sampaikan Sikap Soal Pemerkosaan Oleh Dokter PPDS

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Arya Sandhiyudha Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat. Foto: Antara

Arya Sandhiyudha Wakil Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat, menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) wajib menyampaikan penyikapan terhadap kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad), di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat.

“Penyikapan atas kasus ini masuk kategori informasi serta merta pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Badan publik sektor kesehatan, dalam hal ini Kemenkes, wajib menyampaikan informasi penyikapan terhadap kasus ini,” kata Arya di Jakarta, Kamis (10/4/2025), dilansir Antara.

Menurut Arya, penyampaian informasi sangat penting karena kasus ini telah mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum, meskipun dilakukan oleh satu dokter di satu rumah sakit.

“Kasus ini menimbulkan keresahan warga dan pasien secara meluas, serta dapat menurunkan kepercayaan terhadap badan publik sektor kesehatan,” ujarnya.

Arya menekankan bahwa kejelasan informasi dari Kemenkes sangat diperlukan untuk mencegah turunnya kepercayaan publik terhadap tenaga medis, apalagi dalam kasus ini, pelaku menyalahgunakan atribut dan fasilitas kedokteran dalam situasi kritis pasien.

“Dengan adanya penyalahgunaan atribusi dokter, obat, dan fasilitas kesehatan, serta kegiatan transfusi darah, masyarakat pasti mengasosiasikan ini dengan tindakan serupa. Ini sangat berbahaya jika menimbulkan kekhawatiran dalam melakukan transfusi darah,” tuturnya.

Arya juga mendesak agar Kemenkes menjatuhkan hukuman berat terhadap tersangka, PAP (31), untuk memberikan efek jera. Ia pun mengapresiasi Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes yang telah menyampaikan informasi serta merta kepada publik.

Lebih lanjut, ia meminta agar Kemenkes menyampaikan perkembangan terkait permintaan pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter PAP oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).

“Masyarakat pasti menunggu kepastian informasi bahwa Konsil Kedokteran Indonesia benar telah mencabut STR pemerkosa,” tegasnya.

Arya juga menilai penyelesaian kasus ini tidak cukup dilihat dari sisi formal kelembagaan. Menurutnya, Universitas Kristen Maranatha—tempat tersangka menempuh pendidikan kedokteran—perlu mengambil tanggung jawab moral.

“Universitas Kristen Maranatha yang memberikan gelar dokter kepada PAP, meskipun kampus swasta, dapat ikut mengambil tanggung jawab moral, misalnya dengan mencabut gelar dokter tersangka,” katanya.

Hal ini, lanjut Arya, penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan dan misi suci kemanusiaan yang diemban profesi kedokteran. (ant/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Belakang Suroboyo Bus

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Surabaya
Minggu, 13 April 2025
28o
Kurs