
Dalam Salat Idulfitri 1446 H di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS), yang juga dihadiri Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur, Akhmad Sruji Bachtiar Khatib Salat Idulfitri MAS yang juga Kepala Kemenag Jatim, menegaskan bahwa Idulfitri bukan hanya sekadar perayaan atau momen untuk saling bermaaf-maafan, tetapi sebagai komitmen untuk tetap menuhankan Allah SWT setelah bulan Ramadan.
“Idulfitri adalah saat yang tepat bagi kita untuk mengevaluasi diri, meresapi makna puasa yang baru saja kita lalui, dan yang terpenting lagi, menuhankan Allah dengan totalitas,” katanya dalam khutbah Salat Idulfitri di hadapan 45 ribu jamaah Masjid Al-Akbar Surabaya, Senin (31/3/2025).
Dalam khutbah bertema “Kembali Menuhankan Allah” tersebut, Akhmad Sruji mengungkapkan bahwa umat Islam patut berbangga diri karena mendapatkan sanjungan dan penghormatan dari Allah melalui sebutan “wahai orang yang beriman” yang disandarkan kepada orang yang berpuasa (QS al-Baqarah: 183). Ini menandakan bahwa hanya orang beriman yang dapat menjalankan perintah puasa Ramadan.
“Apa esensi dari menuhankan Allah? Sederhananya, kita diingatkan untuk mengembalikan hati, pikiran, dan seluruh amal perbuatan kita hanya untuk Allah semata. Selama ini, kita mungkin telah menjalani hidup dengan berbagai macam aktivitas, pekerjaan, dan beberapa aktivitas duniawi lainnya yang kadang membuat kita lupa bahwa Allah adalah pusat kehidupan kita. Semuanya hanya diniati duniawi,” ujarnya.
Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 21-22, Allah juga mengingatkan, “Wahai umat manusia, sembahlah Tuhan yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia dengan air hujan itu mengeluarkan berbagai buah yang menjadi rezeki bagi kalian. Maka, janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, padahal kalian mengetahui.”
Menurutnya, ayat tersebut mengingatkan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah, yang menciptakan alam semesta dan segala isinya untuk kepentingan umat manusia.
Namun, sering kali dalam kehidupan sehari-hari, kita lupa bahwa seluruh aktivitas baik bekerja, belajar, maupun berinteraksi seharusnya dilakukan dalam rangka mengagungkan dan menuhankan-Nya.
“Perintah untuk menunaikan zakat adalah bukti nyata bahwa Allah melarang umat manusia untuk menghamba kepada harta benda. Dibalik harta yang kita miliki, terdapat hak orang lain yang harus kita berikan. Hal ini juga menggambarkan nilai-nilai solidaritas dan kebersamaan yang menjadi ciri khas seorang manusia (insan) sebagai makhluk sosial,” imbuhnya.
Ia juga menekankan bahwa Ramadan adalah bulan penuh kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengisi setiap harinya dengan ibadah, berdoa, membaca Al-Qur’an, dan berpuasa. Semua ibadah dan ikhtiar duniawi tersebut merupakan usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menguatkan ikatan spiritual dengan-Nya.
“Pertanyaan sekarang, apakah setelah Ramadan berakhir, kita kembali kepada rutinitas yang jauh dari Allah? Atau, apakah kita terus menjaga ketakwaan yang telah terbangun selama bulan suci ini? Ibadah tetap sebagaimana Ramadan dan ikhtiar duniawi pun tetap diniatkan untuk sarana mendekatkan diri kepada-Nya,” tuturnya.
Menurutnya, Idulfitri adalah titik balik untuk menilai komitmen umat terhadap Allah. Setelah sebulan penuh berusaha lebih taat dan ikhlas dalam beribadah, saatnya mempertahankan dan melanjutkan komitmen itu dalam kehidupan pasca-Ramadan. “Kembali menuhankan Allah pasca-Ramadan berarti menjaga ketakwaan kita dalam setiap aspek kehidupan. Takwa tidak hanya terbatas pada ibadah ritual seperti salat, puasa, atau zakat, tetapi juga mencakup perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa ketakwaan yang sejati adalah ketika umat mampu menjadikan setiap amaliah sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Setiap langkah dan ikhtiar haruslah berpijak pada prinsip-prinsip agama, bahkan dalam pekerjaan pun harus menjaga niat hanya untuk Allah, bekerja keras dengan kejujuran, tidak menyakiti orang lain, dan selalu berusaha memberi manfaat bagi sesama.
“Allah berfirman dalam surah Al-Mulk ayat 15: Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka, jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan. Ayat itu bermakna kita harus menuhankan Allah dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Seringkali, kata Sruji, manusia terjebak dalam kesibukan duniawi dan melupakan tujuan utama hidup, yaitu untuk mengabdi kepada Sang Pencipta.
“Manusia terlalu terlena pada pekerjaan, kekayaan, status sosial, dan hal-hal duniawi lainnya, padahal semua itu adalah sarana untuk lebih dekat kepada Allah jika digunakan dengan cara yang benar. Dalam setiap langkah dan pekerjaan, kita perlu menanamkan niat yang lurus, yaitu untuk mencari ridha Allah, termasuk dalam ibadah puasa,” tandasnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga ibadah tetap khusyuk. “Salah satu cara untuk menuhankan Allah adalah dengan tetap menjaga ibadah kita agar tetap khusyuk dan tidak perlu ada kekhawatiran dengan perkembangan situasi ekonomi saat ini. Jangan khawatir berlebihan, karena Allah pasti ada solusi,” tambahnya, mengutip QS al-Ankabut 32.
Sebelumnya, pada Minggu (30/3/2025) malam, BPP MAS menggelar Gema Takbir Idulfitri 1446 H dan Parade Bedug Khofifah Indar Parawansa di Halaman Masjid Al Akbar Surabaya, yang menampilkan “Special Perform: Rampak Bedug” yang melibatkan TNI/Polri, Wartawan, OPD Pemprov Jatim, dan Gen-Z.
Setelah Salat Idulfitri, Gubernur Jatim juga menggelar “Open House” dengan masyarakat di Gedung Negara Grahadi pada 1 Syawal pagi hingga sore, dan di rumah kediaman mulai 1 Syawal malam hingga 2-3 Syawal pagi hingga malam. (dra/iss)