
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Indonesia mengambil langkah besar dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pembentukan Tim Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. Tim ini bertujuan untuk mewujudkan target Indonesia menjadi negara penyerapan karbon bersih pada 2030. Namun, pembentukan tim ini mencuri perhatian publik karena sejumlah nama yang terlibat berasal dari kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Raja Juli Antoni Menteri Kehutanan yang juga Sekretaris Jenderal PSI, menunjuk 11 kader partainya untuk bergabung dalam tim elit tersebut. Para kader PSI yang terlibat, antara lain Andy Budiman, Endika Fitra Wijaya, Sigit Widodo, Suci Mayang, Kokok Dirgantoro, dan beberapa lainnya, akan menduduki berbagai posisi strategis dalam struktur organisasi FOLU Net Sink 2030.
Hal ini menjadi sorotan, mengingat kebijakan Prabowo Subianto Presiden yang menekankan pentingnya efisiensi anggaran di seluruh kementerian dan lembaga. Terlebih lagi, penghasilan yang diterima oleh anggota tim ini cukup menggiurkan, dengan gaji Penanggung Jawab Tim sebesar Rp50 juta per bulan, sedangkan anggota dan staf kesekretariatan masing-masing menerima Rp20 juta dan Rp8 juta per bulan.
Raja Juli Antoni memberikan penjelasan terkait kebijakan ini. Dia mengungkapkan bahwa keputusan untuk membentuk tim ini telah disesuaikan dengan target dan tujuan Kementerian Kehutanan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Dokumen Keputusan Menteri tersebut adalah dokumen publik yang dapat diakses oleh masyarakat. Revisi struktur organisasi OMO FOLU 2025 bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan OMO sebelumnya, yang melibatkan ASN, mantan ASN, serta pihak eksternal yang memiliki keahlian yang relevan dalam pencapaian target Indonesia FOLU Net Sink 2030.” ujar Raja Juli dalam keterangannya, Kamis (6/3/2025).
Selain itu, Raja Juli menegaskan bahwa pembiayaan kegiatan tim ini tidak berasal dari anggaran negara.
“Pembiayaan kegiatan OMO yang baru dibentuk berdasarkan SK 32 tahun 2025, tetap sama dengan sebelumnya, yaitu berasal dari pendanaan donor atau negara mitra, dan jelas tidak menggunakan APBN,” ujarnya.
Namun, pembentukan tim ini memicu kritik di kalangan masyarakat, mengingat banyaknya pekerja yang terpaksa mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak ekonomi global. Banyak yang mempertanyakan keadilan anggaran dan kesempatan kerja yang ada.
“Di tengah banyaknya PHK, kader PSI tampaknya memperoleh ‘kebahagiaan’ yang mudah. Mereka masuk ke tim elit tanpa perlu khawatir soal penghasilan,” kata seorang pengamat kebijakan publik yang enggan disebutkan namanya.(faz/ipg)