Kementerian Kesehatan menyebutkan kasus TB HIV 2024 naik menjadi 17.136, per Kamis 2 Januari 2025.
Angka ini naik dari data yang dipaparkan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) tahun 2022, yang mencatat terjadi sekitar 15.375 kasus TB HIV.
Ina Agustina Isturini Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular mengatakan, langkah khusus dalam menanganinya dengan melakukan skrining TBC pada semua ODHIV sehingga bisa menemukan kasus TBC secara dini pada ODHIV dan segera diberikan pengobatan.
“Selain itu juga melakukan tes HIV pada pasien TBC,” katanya, melansir Antara, Jumat (24/1/2025).
Pada ODHIV yang terkonfirmasi TB, lanjut Ina, selain pengobatan TBC dilakukan pula pemberian antiretroviral (ARV). Adapun ARV diberikan pada semua orang yang terdiagnosis HIV tanpa memandang stadium klinis dan nilai CD4.
Dia mengingatkan bahwa ARV harus diberikan pada hari yang sama atau selambat-lambatnya pada hari ke-7. Pada pasien TBC yang baru terdiagnosis HIV, katanya, ARV diberikan sesegera mungkin dalam 2 pekan pertama.
“Pada ODHIV yang tidak sakit TBC, maka diberikan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT),” kata dia menambahkan.
Ina menyebutkan bahwa ODHIV adalah salah satu kelompok yang rentan terkena TB.
Kelompok lainnya, anak-anak, perokok, lansia, orang dengan sistem imun rendah, dan orang yang kontak langsung dengan pasien TB.
Dia mengingatkan bahwa TB merupakan penyakit menular yang dapat menyebar bila tidak segera ditemukan dan diobati. Penyakit itu dapat disembuhkan, katanya, selama penyandangnya menjalani pengobatan sesuai petunjuk tenaga medis.
“Pengobatannya membutuhkan waktu 6 bulan hingga lebih dari setahun, sehingga dukungan dari masyarakat akan sangat dibutuhkan bagi keberhasilan pengobatan pasien TBC,” ujar dia menambahkan.
Dia menyebutkan, per awal Januari 2025, notifikasi kasus TB pada 2024 sekitar 860 ribu dari estimasi 1.092.000 kasus. Sedangkan pada 2023, katanya, notifikasi sebanyak 820 ribu dari estimasi kasus TB 1.060.000.
“Terjadi peningkatan proporsi penemuan kasus dan pengobatan dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan sinyal baik, bahwa orang-orang yang sakit dapat ditemukan sehingga bisa diobati dan mencegah penularan lebih lanjut,” katanya.
Meski demikian, angka tersebut belum mencapai target yang ditetapkan, sehingga dibutuhkan sejumlah terobosan dan strategi percepatan, termasuk salah satunya mengintegrasikan skrining TB ke dalam salah satu penyakit yang diskrining dalam Pemeriksaan Kesehatan Gratis. (ant/kir/ham)