
Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung), Sabtu (12/4/2025), melakukan upaya penjemputan tiga orang Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Mereka yang dicari Penyidik Kejagung yaitu Hakim Djuyamto, Hakim Ali Muhtarom dan Hakim Agam Syarief Baharudin.
Ketiganya adalah majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara izin ekspor crude palm oil (CPO), dengan terdakwa tiga perusahaan/korporasi penghasil minyak sawit.
Dalam keterangannya, di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Abdul Qohar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung mengatakan, para hakim tersebut akan diminta keterangannya sebagai saksi.
Menurutnya, Penyidik perlu keterangan atas perkara dugaan suap/gratifikasi dengan tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Ketua PN Jakarta Selatan yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
“MAN diduga menerima uang suap lewat perantara WG Panitera yang merupakan orang kepercayaannya. Apakah ketiga hakim yang mengadili juga menerima uang suap? Itu masih kami lakukan pendalaman,” ujarnya.
BACA JUGA: Kejagung Tetapkan Ketua PN Jakarta Selatan sebagai Tersangka Suap Putusan Onslag Perkara Ekspor CPO
BACA JUGA: Diduga Terima Suap Rp60 Miliar, Kejagung Jebloskan Ketua PN Jakarta Selatan ke Rutan Salemba
Terkait kasus itu, Minggu (13/4/2025) dinihari, Hakim Djuyamto mendatangi Gedung Kejagung untuk memberikan klarifikasi.
Tapi, pengambilan keterangan belum dilakukan karena Penyidik Kejaksaan Agung sudah tidak berada di kantornya.
Sebelumnya, Hakim Muhammad Arif Nuryanta Ketua PN Jakarta Selatan terindikasi menerima suap berupa uang dan barang-barang mewah yang totalnya diperkirakan mencapai Rp60 miliar.
Suap itu diberikan Ariyanto dan Marcella Santoso pengacara dari pihak korporasi, melalui perantara Wahyu Gunawan Panitera Muda, supaya putusan perkara ekspor CPO berbunyi lepas dari segala tuntutan hukum atau istilahnya ontslag.
Kasus korupsi perizinan ekspor CPO berawal dari kenaikan harga bahan baku minyak goreng di pasaran pada periode Januari-Maret 2022.
Kenaikan harga itu memicu perusahaan sawit gencar mengekspor CPO ke luar negeri. Sehingga, mengakibatkan berkurangnya pasokan minyak sawit di Tanah Air.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah Indonesia melarang ekspor CPO beserta produk turunannya.
Larangan ekspor CPO rupanya mendorong sejumlah perusahaan menyuap oknum pejabat di Kementerian Perdagangan, untuk menerbitkan izin ekspor.
Berdasarkan pengusutan, tanggal 16 Juni 2023, Kejagung menetapkan tiga perusahaan minyak sawit, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa menuntut ketiga terdakwa korporasi membayar denda masing-masing Rp1 miliar, dan uang pengganti sebanyak Rp17,7 triliun.
Rinciannya, PT Wilmar Group harus membayar uang pengganti Rp11,8 triliun, Permata Hijau Group Rp937,5 miliar, dan Musim Mas Group Rp4,8 triliun.
Selain itu, jaksa juga meminta hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa penutupan perusahaan maksimal selama satu tahun.
Sesudah serangkaian persidangan, Rabu (19/3/2025), Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta menyatakan perbuatan ketiga terdakwa terbukti. Tapi, para hakim menilai perbuatan korporasi itu bukan suatu tindak pidana.
Majelis Hakim yang dipimpin Djuyamto serta Hakim Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin selaku anggota juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat serta martabat para terdakwa seperti semula.
Tidak terima dengan putusan pengadilan tingkat pertama itu, Kejaksaan Agung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.(rid/bil)