Rabu, 16 April 2025

Kejagung Diminta Usut Tuntas Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Minyak Mentah di Pertamina

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Kantor Kejaksaan Agung RI. Foto: Antara

Kejaksaan Agung diminta untuk mengungkap secara transparan semua pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi terkait pengadaan minyak mentah oleh Pertamina.

Desakan ini disampaikan seiring dengan perintah Prabowo Subianto Presiden kepada Sanitiar Burhanuddin Jaksa Agung agar mengusut tuntas kasus tersebut tanpa pandang bulu.

Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), menegaskan bahwa jika Kejaksaan Agung dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) gagal menangani kasus ini dengan serius, maka sudah saatnya mereka mundur dengan cara terhormat.

“Kami minta Jaksa Agung dan Jampidsus untuk bertanggung jawab penuh. Jika tidak mampu menuntaskan kasus ini, kami akan meminta mereka mengundurkan diri dengan kesatria,” ujar Yusri dalam keterangannya Rabu (9/4/2025).

Yusri juga mendesak agar Kejaksaan Agung memeriksa lebih jauh mengenai kontrak kerja sama jangka panjang antara Pertamina dan perusahaan minyak Irak, State Organization for Marketing of Oil (SOMO), yang mengatur pengadaan 3 juta barel minyak mentah Basrah per bulan.

Menurutnya, pengadaan minyak mentah ini patut dicurigai, mengingat kontrak tersebut masih berlanjut hingga saat ini.

“Pertamina harus memeriksa kembali kontrak pengadaan ini. Apalagi, yang paling dirugikan dalam kasus ini adalah pekerja yang menjadi korban dari dugaan korupsi tersebut,” ujar Yusri.

Mirah Sumirat, Ketua Umum ASPIRASI, juga mendukung penuh langkah tersebut. Mirah menyatakan bahwa pihaknya akan menggerakkan ribuan pekerja untuk melakukan aksi unjuk rasa di Kejaksaan Agung guna menuntut penyelesaian kasus ini.

“Kami akan turun ke jalan untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun pihak yang luput dari proses hukum,” tegas Mirah.

Di sisi lain, Yusri meminta agar Direksi Pertamina dan seluruh Subholding melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola impor minyak mentah, pengelolaan organisasi, serta sistem pengadaan BBM dan LPG.

Evaluasi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mencegah praktik-praktik korupsi di tubuh Pertamina.

“Kejanggalan semakin muncul ketika kontrak pengadaan minyak mentah Basrah awalnya hanya 2 juta barel per bulan, lalu diperpanjang menjadi 3 juta barel, dengan perubahan lokasi kilang dari Korea Selatan ke Singapura. Ini perlu diusut lebih lanjut,” jelas Yusri.

Yang lebih mencurigakan, lanjut Yusri, adalah ketidakhadiran tim negosiasi internal Pertamina yang dikomandoi Gigih Prakoso pada saat penandatanganan kontrak di Irak. Sebaliknya, yang hadir justru Riza Chalid (RC) pengusaha, yang berperan dalam kesepakatan tersebut.

“Keanehan ini harus segera diklarifikasi oleh pihak berwenang,” ungkap Yusri. (faz/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

BMW Tabrak Tiga Motor, Dua Tewas

Motor Tabrak Belakang Suroboyo Bus

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Surabaya
Rabu, 16 April 2025
29o
Kurs