Selasa, 25 Maret 2025

KBRI Tokyo Gelar Bedah Buku Tentang Pengalaman Susilo Bambang Yudhoyono

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Susilo Bambang Yudhoyono Presiden ke-6 RI saat acara bedah bukunya di KBRI Tokyo, Jepang, Jumat (7/3/2025). Foto: KBRI Tokyo

Heri Akhmadi Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang menjelaskan, Indonesia untuk pertama kalinya melaksanakan transisi demokrasi ke arah yang lebih baik dengan mengadakan pemilu serentak.

Hal itu dikatakan Dubes Heri saat membuka Bedah Buku “Standing Firm for Indonesia’s Democracy: An Oral History of President Susilo Bambang Yudhoyono” di KBRI Tokyo, pada Jumat 7 Maret 2025.

Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden ke-6 RI. Hadir pula penyusun atau editor buku ini yaitu Profesor Takashi Shiraishi, Profesor Nobuhiro Aizawa, dan Profesor Jun Honna, serta Profesor Wahyu Prasetyawan.

“Dunia sedang tidak baik-baik saja. Geopolitik yang semakin kompleks. Perdagangan dunia juga semakin tidak pasti dengan meningkatnya tarrifs dan trade barriers yang akan memiliki dampak signifikan kepada Indonesia. Saya yakin hal ini akan memiliki dampak dari proses demokrasi dan pembangunan Indonesia ke depannya. Untuk itu lah kami gelar acara ini yang juga dihadiri perwakilan komunitas warga Indonesia di Jepang diantaranya adalah Persatuan Pelajar Indonesia (PPI Jepang),” ujar Dubes Heri yang didampingi Maria Renata Hutagalung Wakil Duta Besar dan sejumlah pejabat beserta staf KBRI Tokyo, dan pimpinan BUMN Tokyo.

“Pengalaman Bapak SBY yang tertuang dalam buku ini tentunya akan menambah pengetahuan kita semua. Dua periode memimpin, Bapak SBY mampu menurunkan angka pengangguran dari 9,9% menjadi 5,7%. Kemiskinan turun dari 16,7% menjadi 10,96% dan ekonomi tumbuh dengan rata-rata 6%. Selain itu pula transisi demokrasi tumbuh ke arah yang lebih baik melalui pemilu serentak,” tambahnya.

Susilo Bambang Yudhoyono dalam kesempatan itu menyampaikan apresiasinya kepada Dubes Heri Akhmadi dan KBRI Tokyo terkait penyelenggaraan acara ini. Ia menjelaskan, buku ini adalah menjawab keinginan dari almarhumah Ani Yudhoyono istrinya yang ingin membuat memoar SBY.

“Para Profesor ini yang seperti menjawab keinginan almarhumah supaya saya menulis memoar. Buku ini sebetulnya, kalau saya menulis memoar isinya juga itu. Karena setelah 10 tahun saya mendapatkan amanah dari rakyat, saya ingin melaporkan kepada rakyat, dari berbagai sisi penugasan,” terangnya.

SBY juga menjelaskan pergulatan pemikirannya mengenai demokrasi, kebebasan berpikir dan berekspresi serta perkenalan dan persahabatannya dengan Dubes Heri Akhmadi.

“Saat saya menjadi Menteri Pertambangan dan Energi tahun 1999 Dubes Heri menjadi anggota DPR RI. Tapi jauh sebelum itu saya juga sudah mengenal saat Bapak Heri menjadi aktivis ulung mahasiswa ITB tahun 1977 – 1978. Saat itu saya prajurit berpangkat Letnan Dua Brigade Infanteri Lintas Udara Kostrad. Student Protest saat itu cukup tinggi. Pemerintah kala itu menempatkan satuan-satuan militer karena (demonstrasi mahasiswa) dianggap mengganggu stabilitas nasional. Saya selaku prajurit muda berdiskusi (dengan para prajurit dan perwira muda lainnya) lalu berpendapat, bahwa yang disampaikan mahasiswa itu adalah kebebasan berpendapat,” kata SBY.

“Saya katakan bahwa saya respect dan we love democracy, terus kenapa kita menjadi gusar? Kecuali jika para mahasiswa pada saat itu melawan hukum atau buat onar. Begitu cara berpikir masa itu,” tambahnya.

Turut hadir dalam acara ini, Dino Patti Djalal mantan Juru Bicara Kepresidenan Bidang Luar Negeri dan Andi Alfian Malarangeng mantan Juru Bicara Kepresidenan Bidang Dalam Negeri serta sejumlah fungsionaris Partai Demokrat di antaranya Syarief Hasan.

Diskusi berlangsung hangat, dan kepada para mahasiswa Indonesia di Jepang, SBY memastikan Indonesia akan lebih baik kedepannya meski saat ini tengah mengalami pasang surut.

“Saya trust kepada Bapak Prabowo. Saya sudah sampaikan ke Bapak Presiden agar lakukan komunikasi yang efektif. Harapan saya, apa yang disampaikan mahasiswa dan rakyat bisa ditanggapi baik oleh pemerintah. Jika bagus harus diterima. Ingat, Pemimpin yang disconnect itu bahaya. Tapi juga harus diingat, freedom of speech tetap harus di kontrol. Masa depan kita cerah. Mari bersama wujudkan itu,” tegasnya saat berdiskusi dengan para mahasiswa.

Profesor Takashi Shiraishi mengatakan buku ini menceritakan kepemimpinan SBY dalam menjaga demokrasi Indonesia.

“Informasi terpenting yang mungkin bisa didapat jika membaca buku ini adalah bagaimana SBY membuat Indonesia kembali ke jalur. Baik terkait stabilitas politik dan pembangunan ekonomi serta demokrasi. Ini bukan tugas yang mudah. Ada banyak yang harus dilakukan SBY dan dia harus mempertimbangkan banyak faktor dan itu berhasil. Kepemimpinan dan cara berpikir SBY merupakan sesuatu yang bisa anda pelajari (dari buku ini),” terang Takashi Shiraishi.

Sementara itu Profesor Jun Honna dan Profesor Wahyu Prasetyawan berpendapat buku ini menjadi referensi yang sangat penting bagi pengembangan demokrasi.(faz/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Belakang Suroboyo Bus

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Surabaya
Selasa, 25 Maret 2025
29o
Kurs