
Brigjen TNI Kristomei Sianturi Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI menegaskan tidak ada perintah kepada prajurit untuk bertindak represif dan mengintimidasi pihak kampus, termasuk mahasiswa.
“Tidak ada perintah, saya ulangi, tidak ada perintah kita untuk represif, tidak ada perintah kita untuk mengintimidasi, apalagi mencampuri urusan internal kampus,” ucap Kristomei saat ditemui di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (24/4/2025) dilansir Antara.
Menurut dia, isu negatif mengenai TNI masuk kampus merupakan masalah yang dibesar-besarkan. Sebab TNI tidak memiliki permasalahan dengan mahasiswa maupun pihak kampus.
Ia menyebut kerja sama antara TNI dan kampus telah terjalin sejak lama. Contohnya, kata Kristomei, prajurit TNI dilatih di Institut Pertanian Bogor dalam rangka bekal untuk kompi pertanian.
Selain itu, TNI juga menggandeng civitas academica kampus untuk pengembangan teknologi pertahanan, seperti radar, drone, hingga senjata.
“Terus masalahnya dimana? Kemudian, kami juga diminta, ingat, ya, kami diminta untuk melatih bela negara, wawasan kebangsaan. Yang meminta siapa? Kampus. TNI tidak ujug-ujug masuk ke sana, kenapa tiba-tiba sekarang dinarasikan seolah-olah TNI dan mahasiswa berhadapan, bermusuhan, kenapa?,” katanya.
Kristomei mengajak masyarakat, utamanya mahasiswa, untuk mengkritisi ihwal penyebaran narasi TNI masuk kampus yang dinilai negatif tersebut.
“Apakah ini ada unsur mendeligimitasi pemerintah, merongrong pemerintah, dengan cara membenturkan TNI dengan mahasiswanya,” ujar Kapuspen.
Dia pun mengingatkan bahwa sistem pertahanan Indonesia ialah pertahan rakyat semesta. Apabila TNI jauh dengan rakyat, sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) tidak dapat berjalan.
Ia menduga, narasi itu bertujuan melemahkan sistem pertahanan negara. Ia pun menilai bahwa narasi tersebut diluruskan.
“Itu yang harus kita sadari bersama. Karena itu, kami mengajak kepada teman-teman mahasiswa, teman-teman kampus,kita menggunakan nalar logis,” ujarnya.
Kapuspen menjelaskan alasan kehadiran bintara pembina desa (babinsa) di kegiatan salah satu kampus belakangan ini. Menurut dia, kehadiran babinsa bukan untuk memata-matai atau mengintimidasi kampus, melainkan memonitor wilayah.
Dijelaskannya, tugas monitor babinsa tersebut penting sebagai persiapan kantong-kantong perlawanan apabila terjadi perang gerilya maupun perang berlarut.
“Dia mendata berapa perempuannya, laki-lakinya, di mana ada bengkel yang bisa dijadikan tempat perbaikan senjata, dimana ada ahli yang memang ahli mesiu. Seorang babinsa harus bisa menguasai itu, dia memonitoring wilayah, sehingga apabila terjadi perang tidak aneh lagi dan masyarakat sudah kenal, ‘Ini, lo, babinsanya,” kata dia. (ant/kak/bil/ham)