
Pemerintahan Donald Trump Presiden Amerika Serikat (AS), pada Sabtu (15/3/2025), resmi menghentikan anggaran untuk lembaga penyiaran sebagai bentuk efisiensi. Salah satu lembaga yang terdampak kebijakan tersebut yakni Voice of America (VoA).
Melansir France24, kebijakan itu mengharuskan 1.300 jurnalis VoA dan lembaga penyiaran lain yang didanai pemerintah untuk cuti paksa sampai waktu yang tidak diketahui.
Ratusan staf di VOA, maupun Radio Free Asia, Radio Free Europe, dan outlet lainnya menerima email akhir pekan yang menyatakan bahwa mereka akan dilarang masuk ke kantor mereka, dan harus menyerahkan kartu pers serta peralatan yang dikeluarkan kantor.
Trump, yang sebelumnya telah memangkas badan bantuan global AS dan Departemen Pendidikan, pada Jumat (14/3/2025), mengeluarkan perintah eksekutif yang mencantumkan US Agency for Global Media sebagai salah satu “elemen birokrasi federal yang dianggap tidak diperlukan oleh presiden.”
Kari Lake, seorang pendukung Trump yang vokal dan diangkat memimpin badan media setelah kalah dalam pemilihan Senat AS, mengatakan dalam email kepada media tersebut bahwa dana hibah federal “tidak lagi mendukung prioritas lembaga.”
Michael Abramowitz Direktur VOA mengatakan bahwa ia termasuk di antara 1.300 staf yang ditempatkan dalam cuti pada hari Sabtu.
“VOA membutuhkan reformasi yang bijaksana, dan kami telah membuat kemajuan dalam hal itu. Tetapi tindakan hari ini akan membuat Voice of America tidak mampu melaksanakan misinya yang vital,” katanya di Facebook, dengan mencatat bahwa liputannya dalam 48 bahasa menjangkau 360 juta orang setiap minggunya.
Sementara Ariono, salah satu Jurnalis VoA asal Indonesia saat dihubungi Radio Suara Surabaya, Minggu (16/3/2025), mengatakan bahwa kebijakan trump itu praktis membuat nasib para pegawai tidak menentu.
“Mohon maaf Sabtu depan saya tidak bisa interaktif ya. Mohon doanya saja agar kami mendapat jalan yang terbaik menempuh ini semua,” kata Ariono yang juga rutin memberikan laporan setiap Sabtu pagi kepada Radio Suara Surabaya.
Gedung Putih menyatakan bahwa pemotongan ini akan memastikan “pembayar pajak tidak lagi terbebani oleh propaganda radikal,” menandai perubahan nada yang dramatis terhadap jaringan yang dibentuk untuk memperluas pengaruh AS di luar negeri.
Sementara Harrison Fields, pejabat pers Gedung Putih dalam akun X miliknya menulis “selamat tinggal” dalam 20 bahasa, sebagai sebuah sindiran terhadap liputan multibahasa para lembaga penyiaran terdampak tersebut.
Untuk diketahui, VOA dan media pemerintah AS lainnya itu telah berdiri puluhan tahun sebagai alat melawan propaganda Rusia dan China.
Alhasil, dengan pembekuan pendanaan ini, Pimpinan Radio Free Europe/Radio Liberty, yang mulai menyiarkan ke blok Soviet selama Perang Dingin, menyebut pembekuan pendanaan sebagai ‘hadiah besar bagi musuh-musuh Amerika’.
“Para ayatollah Iran, pemimpin komunis China, dan para otokrat di Moskow dan Minsk akan merayakan kehancuran RFE/RL setelah 75 tahun,” kata Stephen Capus pemimpin RFE dalam sebuah pernyataan. (bil/ham)