
Hidayat Nur Wahid (HNW) Wakil Ketua MPR RI mengkritisi surat edaran pemotongan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Madrasah yang dikeluarkan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag).
Anggota Komisi VIII DPR RI yang akrab disapa HNW mengingatkan, keputusan bersama antara Kemenag dengan Komisi VIII saat rapat kerja terkait efisiensi anggaran adalah efisiensi anggaran sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 adalah efisiensi dan pemotongan anggaran tidak terkait dengan dana pendidikan termasuk pendidikan agama.
Kemudian, disepakati dalam raker tersebut pemotongan/efisiensi tidak boleh dilakukan untuk program layanan kepada masyarakat termasuk dana BOS Madrasah.
“Banyak aspirasi dan keluhan masyarakat yang sampai ke saya maupun beredar di media sosial soal dipangkasnya dana BOS untuk tahun 2025 dengan dalih efisiensi. Tentu saja hal itu harus dikritisi, karena tidak sejalan dengan kebijakan dasar yang ada dalam Instruksi Presiden dan tidak sesuai dengan keputusan bersama dalam Raker antara Menag dengan Komisi VIII DPRRI bahwa program Pendidikan Agama tidak boleh dikenakan efisiensi anggaran,” ujarnya di Jakarta, Selasa(18/2/2025).
Sebelumnya, beredar surat tertanggal 14 Februari 2025 dari Dirjen Pendidikan Islam Kemenag kepada jajaran di bawahnya terkait tindak lanjut efisiensi belanja.
Di antara isinya adalah pemotongan dana BOS MI menjadi Rp500 ribu/siswa/tahun, MTs Rp600ribu, dan MA Rp700 ribu. Selain itu, pesantren penerima bantuan operasional dan Bantuan operasional PTN turun tinggal 50 persen.
Padahal, keputusan rapat Komisi VIII bersama Menteri Agama tanggal 3 Februari 2025 sepakat menghindari efisiensi anggaran untuk program-program yang berkaitan langsung dengan penyediaan layanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, seperti BOS, BOP, PIP, PPG, beasiswa, petugas haji, kebutuhan guru agama, dan lainnya.
“Kami di Komisi VIII sudah memperjuangkan supaya efisiensi anggaran tidak mengurangi kualitas pelayanan dan penyelenggaraan program-program di Kementerian Agama RI, dan itu sudah disepakati oleh Kemenag. Sehingga, menjadi keputusan bersama. Maka seharusnya semua jajaran Kemenag termasuk Ditjen Pendis menaatinya, dan kemudian menyisir anggaran efisiensi sesuai keputusan tersebut, tanpa menyasar memotong anggaran terkait BOS Madrasah dan lainnya,” lanjut HNW.
Legislator Fraksi PKS itu menambahkan, hasil perjuangan tersebut, nilai efisiensi anggaran Kemenag bisa turun dari sebelumnya Rp14,2 triliun menjadi Rp12,3 triliun.
Sehingga, seharusnya lebih mudah menyisir efisiensi khusus operasional tanpa memotong program.
Lalu, HNW mencontohkan di Kementerian lain yang juga mengurus pendidikan yaitu Kemendikdasmen, menterinya tegas memastikan tidak menyasar program prioritas seperti Program Indonesia Pintar (PIP), dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hingga tunjangan sertifikasi guru.
“Hal yang sama mestinya dilakukan oleh Kemenag. Menteri Agama penting segera mengoreksi ketidakbijakan jajaran di bawahnya yang tidak sejalan dengan spirit instruksi Presiden, juga menyalahi keputusan rapat Kemenag dengan komisi VIII DPR RI, dan kemudian menyampaikan kepada warga madrasah agar tidak resah. Sampaikan Kemenag tidak melakukan pemotongan BOP dan BOS untuk Madrasah, sebagaimana Menteri Dikdasmen juga tidak melakukan pemotongan untuk program sejenis,” pungkasnya. (rid/ipg)