Hamas Sebut Ada Sinyal Positif Negosiasi Tahap Dua Gencatan Senjata

Kelompok Pejuang Palestina Hamas pada, Sabtu (8/3/2025), menyebut ada sinyal positif terkait negosiasi untuk tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.

“Upaya mediator Mesir dan Qatar sedang berlangsung untuk memfinalisasi implementasi perjanjian gencatan senjata dan memulai negosiasi untuk tahap keduanya, dengan indikator positif yang mengarah ke sana,” kata Abdul Latif Al-Qanou Juru Bicara Hamas dalam pernyataan pers.

Dia menekankan kesiapan Hamas untuk terlibat dalam negosiasi ini dengan cara yang sesuai dengan tuntutan rakyat Palestina. Jubir tersebut juga menyerukan pengintensifan upaya untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan mencabut blokade Israel.

Melansir Antara, Taher al-Nunu penasihat kepala biro politik Hamas mengumumkan bahwa delegasi yang dipimpin oleh Mohammad Darwish Ketua Dewan Pimpinan Hamas, telah tiba di Kairo.

Menurut al-Nunu, delegasi tersebut akan mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Mesir mengenai poin-poin hasil konferensi tingkat tinggi (KTT) Arab baru-baru ini dan cara-cara penerapannya.

“Diskusi tersebut juga akan berfokus pada perlunya melanjutkan tahap kedua dari perjanjian gencatan senjata,” kata al-Nunu.

Delegasi Hamas tiba di Kairo pada, Jumat (7/3/2025), untuk melangsungkan pembicaraan mengenai pelaksanaan syarat-syarat kesepakatan gencatan senjata Gaza dan mendorong perundingan tahap keduanya, menurut pernyataan Layanan Informasi Negara Mesir.

Kesepakatan gencatan senjata Gaza tiga tahap antara Israel dan Hamas, yang dijembatani oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, mulai berlaku pada 19 Januari. Negosiasi untuk tahap kedua kesepakatan tersebut terhenti setelah tahap awal selama 42 hari berakhir pada 1 Maret.

Mesir telah mengintensifkan upaya diplomatik untuk mewujudkan gencatan senjata Gaza dan memajukan rekonstruksi jalur tersebut. Kemudian pada Selasa (4/3/2025) lalu, Mesir menjadi tuan rumah KTT darurat Arab dan mengusulkan rencana rekonstruksi Gaza tanpa relokasi warga senilai 53 miliar dolar AS atau sekitar Rp863,6 triliun. (ant/bil/iss)