
Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kota Surabaya mencatat beberapa pola pelanggaran yang terjadi dalam kasus penahanan ijazah oleh sejumlah perusahaan Kota Pahlawan.
Selain menahan dokumen pribadi milik karyawan, banyak perusahaan yang tidak memberikan kontrak kerja tertulis maupun slip gaji sebagai bukti hubungan kerja antara perusahaan dengan pegawai.
“Dari laporan yang masuk, ternyata tidak ada hubungan kerja tertulis. Termasuk yang dilaporkan oleh Nila (eks karyawan CV Sentoso Seal yang ijazahnya ditahan–red) dan kawan-kawan saat ini,” kata Achmad Zaini Kepala Disperinaker Kota Surabaya saat mengisi program Semanggi Suroboyo di Suara Surabaya, Jumat (25/4/2025) pagi.
Zaini menjelaskan, saat ini total sudah ada 45 aduan yang diterima posko pengaduan penahanan ijazah. Dari jumlah laporan tersebut, saat ditindaklanjuti memang ditemukan fakta bahwa para pekerja banyak yang tidak pernah menandatangani kontrak kerja.
“Tidak ada sama sekali. Termasuk slip gaji juga tidak ada. Gaji tidak pernah ditransfer, tetapi diberikan secara langsung. Tidak ada slip gaji dari perusahaan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa bukti-bukti yang dimiliki para pelapor sangat minim. Mayoritas hanya memiliki kop surat atau tanda terima penitipan ijazah yang bahkan dibantah keberadaannya oleh pihak perusahaan.
“Dan sampai sekarang, tanda terima itu dibantah atau tidak diakui oleh owner atau manajemen perusahaan,” ujarnya.
Zaini menyebutkan, dari semua pelapor, tidak satu pun yang memiliki tiga komponen dasar hubungan kerja yang sah, yakni kontrak kerja, bukti gaji, dan surat perintah kerja.
“Syarat kerja itu ada tiga: kontrak kerja, gaji, dan perintah kerja dari perusahaan. Tiga-tiganya tidak kami temukan,” tegasnya.
Seperti diketahui, kasus penahanan ijazah di Kota Surabaya ini mencuat sampai menjadi isu nasional, tepatnya setelah Nila mantan pegawai CV Sentoso Seal melapor ke Armuji Wakil Wali Kota Surabaya soal penahanan ijazahnya oleh perusahaan.
Armuji yang mendapati informasi tersebut, kemudian bersama Nila mendatangi gudang itu untuk meminta kejelasan. Namun, yang terjadi saat Armuji menyidak, dari pihak gudang tersebut tidak memberikan akses untuk masuk.
Bahkan, saat Jan Hwa Diana yang disebut sebagai pemilik selaku pemilik ditelfon oleh Armuji, yang terjadi justru Wakil Wali Kota Surabaya itu disebut sebagai penipu.
Singkat cerita, sidak tersebut viral dan menjadi isu nasional hingga Immanuel Ebenezer Wakil Menteri Ketenagakerjaan turun ke lapangan. Setelahnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga menyegel gudang CV Sentoso Seal di Blok H No. 14 Margomulyo itu karena ternyata tidak memiliki izin Tanda Daftar Gudang (TDG).
Terkait hal tersebut, Zaini kemudian menjelaskan kalau Nila yang diminta membayar Rp2 juta untuk menebus ijazah miliknya, sudah dua tahun bekerja di perusahaan itu. Namun, lagi-lagi tidak ada kontrak kerja.
“Informasi yang diberikan kepada kami, Nila ini sebenarnya kepercayaan owner. Sudah dua tahun bekerja. Tapi ternyata tidak ada kontrak kerja. Hanya ada tanda terima ijazah yang bahkan tidak diakui oleh perusahaan,” jelas Zaini.
Temuan ini menurutnya menunjukkan bahwa banyak pekerja rentan kehilangan haknya karena lemahnya posisi hukum akibat tidak adanya dokumen kerja resmi.
“Ini jadi persoalan karena tidak ada bukti apa pun. Kalau kita teruskan, agak ribet. Jadi, prinsipnya sekarang kami gali dokumen atau informasi sebanyak mungkin, agar perusahaan minimal mengakui bahwa yang bersangkutan pernah bekerja,” tandasnya.
Untuk menindaklanjuti kasus-kasus serupa, Pemkot Surabaya membuka tiga posko pengaduan dan mendampingi proses hukum hingga tingkat provinsi. Sementara, kasus CV Sentoso Seal masih berlanjut dan kini ditangani oleh Polda Jawa Timur. (bil/ipg)