Jumat, 31 Januari 2025

Dewan Pendidikan Jatim Setuju Usulan Pemerintah Kembalikan Tugas Sekolah Manual Tanpa Gawai

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Ilustrasi - Anak yang sedang belajar di sekolah. Foto: iStock

Dewan Pendidikan Jawa Timur setuju atas usulan Arifah Fauzi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), soal tugas sekolah anak tidak lagi diberikan melalui gawai.

Suko Widodo anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur (Jatim) mendukung pengurangan penggunaan gawai untuk anak termasuk di dunia pendidikan.

“Salah satu dampak buruk dari teknologi informasi pada anak-anak, terjadinya distraksi berlebihan atau pengalihan,” katanya dihubungi suarasurabaya.net, Kamis (30/1/2025).

Ia menyebut Indonesia sudah saatnya melaksanakan kebijakan kembali ke pulpen, sama seperti yang dilakukan beberapa negara lain.

“Sehingga kalau dia menggambar huruf A, B, tidak tergantung teknologi tapi tulisnya sendiri, dan berimajinasi,” imbuhnya.

Cara manual itu akan memacu imajinasi siswa lebih hidup dan berdampak baik pada perkembangan otak.

“Teknologi informasi berlebih, membuat kreativitas anak-anak pada satu sisi (menurun),” ucapnya.

Idealnya, anak baru bisa memanfaatkan gawai dengan benar atau positif ketika usia 12 tahun.

“Itu lah, kenapa daya imajinasi kreativitas anak-anak, remaja, tidak berkualitas, karena tidak punya ketangguhan menciptakan imajinasi,” imbuhnya.

Sementara di Indonesia, baru menginjak Sekolah Dasar sudah dikenalkan dengan tugas sekolah memakai gawai.

Bahkan meninggalkan permainan-permainan tradisional yang justru mengedukasi.

“Dengan kembali mengurangi (gawai) maka bisa bermain telepon pakai benang, bermain layang, buat kapal dari imajinasi langsung,” tuturnya.

Jika rencana pemerintah membatasi sosial media juga penggunaan gawai pada anak ini terwujud, menurutnya ekosistem sekitar juga perlu mendukung.

Orang tua, atau keluarga terdekat, juga guru di sekolah harus memberi contoh pada anak untuk tidak menggunakan gawai berlebih.

“Saya (setuju untuk) tunda anak-anak menggunakan gadget, kira siapkan metalitas mereka baru bergerak ke satu masa bersentuhan dengan gadget,” imbuhnya lagi.

Sementara penerapannya, bisa berupa pembatasan bagi anak di bawah 12 tahun, lalu di atas 12 tahun dilakukan pembatasan dengan porsi berbeda.

“Saya setuju pada anak-anak dengan porsi berbeda-beda. Bahkan penggunaan buku tulis dalam seminggu merangkum perjalanan hidupnya tradisi literasi buku harian membuat anak lebih kreatif bermutu, berkualitas,” tandasnya.(lta/kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Jumat, 31 Januari 2025
25o
Kurs